Selasa, 06 Juli 2010

Naskah Drama : "CINTA SEGITIGA"

Nama : Sulastri Gustina
Nim : 2007112085
Kelas : 6.C


Naskah Drama (RAbu, 7 JUli 2010)



Pagi yang indah dan cerah, sesuai dengan suasana hati Satria karena, hari ini Satria akan pergi jalan-jalan dengan Vany pacarnya baru nya. Satria adalah seorang cowok yang ganteng dan manis, yang kuliah di salah satu Universitas di Palembang, yang mempunyai 2 orang pacar, hari ini Dia akan bertemu dengan pacar barunya Vany.
Sebelum mereka jalan, Satria menelepon Vany.
Satria : “hai… sayang, lagi ngapain??
Vany : “hai juga cinta, neh lagi mau Sarapan
Satria : yank… jadikan kita ntar sore kita jalan-jalan??
Vany : jadi… kok ciin.. ntar tunggu ajah di taman.
Satria : oke… syank… met sarapan yah syank..
Vany : iya…. Cinta juga yah… love you
Satria : love you too syank.

Dan tiba sore harinya, mereka pun janjian di taman, Vany sudah datang lebih dulu di taman, tak lama kemudian barulah Satria datang.
Satria : “syank… da lama nunggu?
Vany : “gak… juga kok ciin..
Satria : “syank, kita makan dulu yuk, di kafe di sana
Vany : “yuk… ciin

Mereka pun pergi makan di kafe yang agak jauh dikit dari taman tempat mereka janjian, setelah selesai makan, mereka kembali lagi jalan-jalan di taman, menikmati suasana indah di taman, mereka pun kembali mengobrol lagi.
Vany : “cinta kuliah gak besok?
Satria : “kuliah syank, memang kenapa?
Vany : gak pa-pa kok cuma nanya ajah.
Satria : oohh… syank mau ngajak jalan apa?
Vany : cinta kan kuliah, jadi gak usahlah, cinta kuliah ajah.
Satria : oke.. deh kalau begitu, syank lihat pemandangan di sana bagus banget…
Vany : iya,,, ciin, bagus banget yah… kita foto-foto yuk..!!!
Satria : yuk… syank..

Mereka pun foto-foto di sana, dengan pemandangan yang bagus, membuat hasil dari foto-foto mereka menjadi sangat bagus, di tambah Sunset yang terlihat sempurna.
Setelah selesai berfoto-foto mereka jalan-jalan lagi mengelilingi taman, saat mereka sedang jalan-jalan, mereka bertemu Putri, Satria sangat terkejut pertemuan yang tidak sengaja ini tidak diharapkanya, karena Putri adalah pacar Satria juga, Satria pacaran sama Putri sudah 2 tahun.
Putri : “Satria….. kenapa disini?
Satria : “hemm… aku cuma, Cuma… jalan-jalan ajah kok.
Putri : “ooww… jalan-jalan ajah, ini siapa??
Vany : kenalin, VANY… pacar Satria.
Putri : “apa… PACAR…!!!! Satria, tolong jelasin sama aku semua ini sekarang juga.
Vany : memang kenapa sih??
Putri : udah… kamu diem ajah, biarin Satria ngomong dan ngejelasin ini semua.
Satria : oke… baik-baik aku jelasin, Vany memang pacar aku, dan Putri juga pacar aku. Aku udah 2 tahun pacaran sama Putri, aku jadian sama Vany baru 2 minggu.
Putri : ooohhh…. Pantesan ajah yah, selama 2 minggu ini kamu susah banget di ajak ketemu…!!!
Satria : maafin aku sayank… aku telah mengkhianati cinta kita.
Putri : oke… aku mau maafin kamu, asal kamu mengakhiri hubungan kamu sama Vany sekarang juga.
Vany : apa-apa’an ini… enak ajah, aku juga pacar Satria, biarkan Satria memilih siapa yang akan dia pilih.
Putri : oke… kalau gitu, Satria kamu sebagai seorang cowok harus bisa memilih mana yang terbaik dan yang benar-benar kamu cintai.
Satria : aku memilih…. Putri, karena Putri sudah lebih memahami aku, tidak mudah bagi ku menjalani hubungan selama 2 tahun dengan Putri, jadi Vany maafin aku kalau aku mengecewakan kamu, aku rasa hubungan kita belum terlalu jauh jadi kita akhiri saja sekarang, sekali lagi maaf…….!!!!
Vany : oke…. Aku maafin kamu, satu hal yang ingin aku bilang, kamu JAHAT…!!!
Dan putri pun pergi…
Satria : syank maaf kalau aku mengecewakan kamu, tapi aku janji gak bakalan kayak gini lagi…
Putri : iya.. aku maafin, aku pegang janji kamu….
Satria : makasih sayang…. Love you sayang
Putri : Love you too

Dan mereka pun pulang bersama-sama, Putri dengan hati yang lega dari masalah yang selama beberapa minggu mengganjal hatinya tentang kekasihnya ini, sedangkan di pikiran Satria, dia berpikir fotonya bersama Vany tadi adalah akhir dari hubungan mereka… mereka sama-sama saling meyakini bahwa akan saling setia…!!! ^_^

Naskah Drama : "Setan-Seta Berpesta"

Nama : Yuni Leswita
Nim : 2007112290
Kelas : 6.C


Naskah Drama (Rabu, 7 Juli 2010)

Di tengah permukiman penduduk di daerah pinggiran kota palembang hidup keluarga miskin yang kesehariannnya hanya bisa makan nasi beserta lauknya kerupuk dan kecap, sungguh mengenaskan. Mina dan Parmin sudah 8 tahun menikah dan di karunia 2 anak, yang tertua bernama Sita dan yang bungsu bernama Beno. Keluarga ini setiap harinya selalu bertengkar karena suaminya tidak mau bekerja dan Cuma bisa berpangku tangan di rumah, sedangkan istrinya selalu sibuk menjadi buruh tani, bagi siapa yang mau membersihkan kebunnya, Mina yang biasa bekerja di sawah penduduk yang mengupahnya.

Mina : “bapak ini apo kendaknya, anak kito ni bentar lagi nak masuk sekolah, cak mano dengan biaya dari mano kita nak ndapatkannyo”?
Parmin : “tunggu lah buk, bapak lagi nak nyari inspirasi”
Mina : “apo dak capek, setiap hari kotak-katik angko, menang idak, yang ado selalu kalah. Ingat pak lah tuo, bentar lagi masuk kubur”
Parmin : “ai…. Buk, tenang be kemaren lah hampir menang Cuma keliru sikok angko jadi kalah.
Mina : sudahlah pak, lah capek ibu ne, tiap hari begawe di kebon wong… cubolah bapak tu cari gawean, ini idak gawean nak milih, awak cuma tamat SD.
Parmin : “oi….. buk, besok bapak nak betarak di kuburan, jadi tenang bae anak kito pasti pacak masuk sekolah…
Mina : pak jangan nak ngajak gilo, lah tau itu dilarang agama, sudahlah cari gawean yang halal bae, jangan nak ngambek jalan pintas.
Parmin : “seru….!!!!!
Sita : buk, mintak duet, sita nak maen, 1000 be buk…
Mina : dak katek duet, nak makan hari ini be belum ado, mintak dengan bapak tu..!!!
Sita : pak mintak duet…
Parmin : kagek nak, bapak nak masang togel dulu, kalu menang nak berapo bae bpak kasih…
Sita : bapak ne, masang togel tu lah kepacakkan, sudah…pelit galo.
Mina : sita dimano adek kau, maen samo siapo dio?
Sita : dak tau jangan tanyo ke di aku carilah dewek…
Mina : ni anak masih kecik lah pacak nak marah-marah, dak katek sopan santun, cak itu apo ajaran ibuk, belajar ngomong tu…
Sita : nak ngapo kamu… aku katek wong tuo miskin.
Mina : ngomong lah lagi cak itu, ibuk tampar nian…



Malam hari nya Parmin menyampaikan maksud hatinya, dia pergi kekuburan dengan harapan mendapat berkah, sungguh perbuatan yang sangat dibenci Allah.
Parmin : “ permisi puyang, aku datang kesini dengan maksud mintak nomor… tolong beri petunjuknya…

Semalaman Parmin menunggu di kuburan, ketika pagi harinya Parmin bermimpi tentang menyabung ayamdan Parmin menang. Setelah bangun dan tidur Parmin baru ingat kalau dia tertidur di kuburan itu. Setelah pulang Parmin langsung membuka buku primbon, melihat sio ayam, dan Parmin langsung pergi ke tempat Wawan dengan maksud mau memasang togel.

Parmin : “Wan masang togel, nomor bagus, aku pasang 200.000 bae..
Wawan : ai… dapat ilham dari mano?
Parmin : dak usah kau tanyo, yang penting aku nak masang, jinggok kelah bae, sore ini pasti menang.
Wawan : cak yakin nian…
Parmin : pasti.

Parmin langsung pulang ke rumah, di rumah Cuma ada anaknya saja karena istrinya bekerja di sawah.
Parmin : sita buatke bapak kopi..
Sita : dak katek gulo.
Parmin : ngutang dulu, besok bayar.
Sita : malu pak, utang lah banyak, dibayar belum nak ngutang lagi.
Parmin : ibuk kau dimano?
Sita : di sawah.

Sorenya ternyata Parmin, menang akhirnya keluarganya kaya raya, Parmin membangun rumah yang sangat megah. Istrinya Parmin pun ikut lupa daratan, dia lupa bahwa harta yang di dapatnya, bukanlah riski yang halal, tetapi Parmin dan Mina tidak ambil pusing yang penting kaya.
Mina : “pak, beli mobil baru pak, ibu ngambokke tetanggo sebelah, luat nian ibu, tetanggo galak sok kayo, awak kayolah kito.
Parmin : beli buk, belilah galo apo yang ibu pengen.
Mina : siap pak, makasih yah…
Parmin : biaso bae buk

Menikmati kekayaan yang di dapat dengan cara yang tidak halal, maka mengabiskan dengan cepat, karena Parmin suami Mina mendadak kena serangan jantung dan masuk rumah sakit.
Mina : “dok, apa penyakit suami saya.
Dokter : “suami ibu terkena serangan jantung dan harus di rawat inap.
Mina : iya, dokter
Parmin : “buk, bapak sakit apo?
Mina : “dak papo cuma kecapekan bae.

Selama menginap di rumah sakit dan penyakit Parmin makin parah, akhirnya Parmin makin parah, akhirnya Parmin meninggal dunia, harta kekayaannya habis juga karena di gunakan untuk pengobatan

Cerpen : SI CULUN DAN KINCIR ANGIN

Cerpen (Rabu, 7 Juli 2010)

Oleh : Erna Yuliana
(Mahasiswi Univ.PGRI PLG, SEmester 6C)

Akhirnya, setelah sekitar dua bulan berlalu, kegiatan bengkel sastra yang diadakan di Balai Bahasa berakhir sudah. Banyak pengalaman dan kenangan terbingkai indah dari kegiatan tersebut. Peserta dari empat gendre yanga da dalam kegiatan bengkel sastra berkumpul dalam suatu ruangan bernuansa hijau, ditambah kehadiran sebuah kipas angin yang senantiasa menggeleng-geleng sedikit menyejukkan ruangan yang panas. Kotak berisi snack dan air mineral dibagikan kepada setiap peserta. Bingkisan pengganjal lapar dan haus itu diterima dengan suka cita. Sebagian besar siswa menerjemahkan perasaan itu dengan senyum lebar.
Namun, senyuman iini rasanya tidak berlangsung la. Soalnya, saat ini boleh jadi merupakan hari terakhir. Para peserta harus saling berpisah mengingat kegiatan Bengkel Sastra telah habis waktunya. Kata sambutan dari panitia kegiatan Bengkel Sastra terasa mengiris, mengiringi suasana perpisahan. Inilah kunjungan terakhir para siswa dalam mengikuti kegiatan Bengkel Sastra, yang secara tidak terasa sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari sekelompok anak muda yang haus pengetahuan. Jabat tangan dan peluk hangat menambah haru suasana saat itu.
Masih teramat segar dalam ingatan awal kegiatan Bengkel Sastra itu. Dengan wajah kebingungan masing-masing peserta pada saat itu diminta memilih gendre mana yang akan diikuti selama dua bulan kedepan. Dari empat gendre yang ada, yaitu gendre Puisi, Gendre Teater, Gendre Musikalisasi Puisi, dan Gendre Cerpen, tercatat sekitar 30 orang mendaftar dalam Gendre Cerpen.
Sejak itu, dengan penuh antusias para peserta mengikuti kegiatan menulis cerpen. Tidak sedikit dari peserta yang ternyata memiliki bakat menulis, meskipun masih menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana, tema alakadarnya, dan plot kurang teratur. Maklumlah, semua masih dalam tahap belajar.
Dengan cara lesehan pada selembar emabal warna hijau bermotif bunga, papan tulis alakadarnya, kipas angin tua, serta sekotak snack dan air mineral, semua siswa menyimak khidmat setiap kata yang diucapkan pembimbing. Acara bengkel sastra itu sendiri dilaksanakan setiap Senin dan Rabu, mulai pukul 14.00 hingga pukul 16.00 WIB . ruangan yang digunakan Gendre Cerpen adalah salah sebuah ruangan di Gedung Balai Bahasa yang sehari-harinya difungsikan sebagai kantin.
Masih teramat segar pula dalam ingatan betapa sesak nafas kurasakan. Pembuluh darah terasa sempit. Kuncuran keringat membanjiri wajahku. Saat itu, terburu-buru aku berlari memasuki gedung Balai Bahasa. Kulihat manusia memadati sebuah ruangan di Gedung Balai Bahasa. Aku menyelinap masuk dalam barisan itu, barisan bak semut hitam mengiringi mendapatkan gula. Untunglah, meski dating terlambat akhirnya aku diterima juga menjadi siswa kegiatan Bengkel Sastra. Dengan hati bulat kupilih Gendre Cerpen, karena menulis cerita pendek merupakan hobi dan obsesiku sejak lama. Aku ingin menjadi penulis karya fiksi yang baik. Aku ingin menjadi cerpenis.
Para siswa Bengkel Sastra sedang sibuk mencari kelompok atau gendre pilihannya. Suasana kacau-balau. Bising. Langkah kakiku sempat terhenti. Saat itu aku lihat sosok laki-laki yang menarik perhatianku. Laki-laki itu belum kukenal sebelumnya. Penempilannya sangat mencolok mata. Sangat berbeda dengan peserta lain yang berpenampilan sederhana. Kaca mata hitam menutupi matanya. Rambutnya nyaris gundul, tapi dibagian atasnya ada tersisa rambut membentuk jambul. Jambul itu tak disisir dan kelihatan basah. Model itu sempat mengundang tawaku. Siswa lain juga kelihatan menahan senyum melihat gaya itu. Kemeja yang digunakannya berwarna pink bermotif bunga-bunga. Celananya Cubrai. Model itu jelas sudah out of date alias ketinggalan zaman. Kesanku saat itu, cowok itu culun.
Ternyata bukan hanya aku yang terganggu dengan penampilan eksentrik laki-laki itu. Samar-samar aku dengar percakapan siswa lain disampingku. Ternyata laki-laki culun itu tak lain adalah si Mario salah satu peserta bengkel sastra, meskipun culun namun otaknya tidak bisa diremehkan. Ia juga gagap kalau berbicara.
Gerbang yang terbuat dari batu itu berdiri kokoh menyambut kedatangan setiap pengunjung yang ingin melihat keindahan Taman Wisata Punti Kayu. Jalan beraspal merupakan akses utama untuk memasuki taman wisata ini.
Disamping jalan menurun berjajar pohon pinus yang menjulang tinggi dan berdaun runcing bak jutaan jarum. Daun-daun pinus itu seakan memberi kesempatan pada sinar matahari untuk masuk kecelah-celah daun. Satu persatu dari daun-daun itu lepas dari rantingnya, digiring oleh lembutnya hembusan angin. Perlahan-lahan daun itu jatuh kebumi bercampur dengan rerumputan dan menutupi akar-akar pohon.
Monyet-monyet bergelayutan diranting-ranting pohon. Merdunya alunan suara jangkrik meningkahi suara burung yang sesekali terdengar. Beberapa pondok kecil yang digunakan orang untuk melepas lelah dan bersantai makin menambah ramainya suasana di taman wisata itu.
Matahari bersinar terang mengirimkan udara panas yang membuatku gerah. Aku duduk sambil mdngibas-ngibaskan buku tipis sambil menunggu temanku yang masih berada di pintu gerbang Taman Wisata Puntikayu. Aku berjalan dirombongan paling depan.
Hari ini merupakan hari ke-4 kegiatan Bengkel sastra. Bila sebelumnya kegiatan dilakukan di Gedung Balai Bahasa, hari ini kegiatan dipindahkan ke Taman Wisata Punti Kayu. Ditaman ini, setiap gendre dibebaskan untuk memilih sendiri lokasi untuk digunakan. Gendre cerpen memilih lokasi disebidang lapangan rumput dibawah pohon karet dan akasia.
Pada hari itu si Mario penampilannya agak berbeda dari hari biasanya. Sebagian orang mengira kalau si culun Mario itu sombong, padahal memang ia agak sedikit pendiam dari yang lainnya. Tak hentinya Epan dan Yudi terus meledek Mario dengan penampilannya. Tapi Mario tak pernah ambil pusing dan tak pernah mengambil hati ledekan temannya. Tak Jarang Yudi sering bertingkah mengikuti gaya si culun Mario dengan aksi-aksi lucunya ynag kadang membuat semua orang terpingkal-pingkal dibuatnya, begitu juga dengan Epan. Yang lain hanya bisa berbelas kasihan melihat Mario yang selalu menjadi bulan-bulanan.
Usai sudah acara bengkel sastra itu, hari-hariku mulai terasa sepi. Sekarang kegiatanku hanya kuliah, belajar, dan membereskan tempat kosku, disebuah lorong becek ditengah kota Palembang yang akhir-akhir ini terasa panas.
Berkumpul bersama teman-teman di Balai Bahasa tiba-tiba menjadi sepotong kenangan manis, yang mungkin tidak akan terulang lagi dalam kehidupanku. Dan bila aku ingat Bengkel Sastra, aku ingat deretan wajah teman-teman di gendre Cerpen, aku juga ingat Mario, si Culun yang selalu jadi bulan-bulanan teman, tapi ia sendiri tak pernah marah menyaksikan dirinya dihina sedemikian rupa.
Suatu hari, ketika aku sedang bertamu kerumah teman, secara sekilas aku melihat wajah itu…wajah Mario, dihalaman dalam surat kabar mingguan. Saat kutatap foto itu, memeang benar adanya itu wajah Mario.
Dibawah foto itu terdapat judul berita : Anak Talangburuk Raih Hadiah Kincir Angin. Degan penuh minat kubaca habis berita tersebut.
Dari berita tersebut kuperoleh keterangan bahwa Mario, pelajar SMU yang tinggal di Talangburuk, Palembang, berhak mendapat hadiah Kincir Angin. Hadiah Kincir Angin diberikan secara rutin oleh Pemerintah Belanda bagi pelajar sekolah menengah dalam hal penulisan cerita pendek. Dengan cerita pendek berjudul “Kalung Kematian”, Mario berhasil mneyingkirkan 65 penulis cerpen dari seluruh dunia. Untuk prestasinya tersebut, Mario mendapat banyakk hadiah dan akan diundang mengunjungi Negeri Kincir Angin Belanda.
Berita Koran tersebut juga memaparkan, bahwa sebelum meraih prestasi tersebut Mario terbilang pengarang yang produktif. Ia banyak menulis puisi, cerita pendek, bahkan novel remaja. Dalam wawancaranya, Mario ditanya kenapa memilih menjadi pengarang? Mario mengatakan, karena ia tak pandai bicara. Ia gagap.
“Tak ada seorang pun didunia ini yang peduli dan mau menolongku. Kebanyakan orang malah lebih suka mempermainkan dan menghina. Tapi aku tak pernah tersinggung. Hinaan itu malah selalu kuingat, kukumpulkan, dan kujadikan inspirasi dari karya-karyaku”. Kata Mario dalam berita Koran itu.
Kuingat-ingat lagi wajah Mario. Sejak semula aku memang punya firasat si Culun itu bukan anak sembarangan. Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Yudi dan Epan membaca berita ini. Mereka pasti malu dan menyesal seumur hidupnya.






oooo TAMAT oooo

Puisi : "KESETIAAN"

Puisi
Karya : Erna Yuliana


Malam ini …
Gerimis dating lagi
Hadirkan utuh sosok bayangmu
Ada setetes ragu…
Datang mengganggu mimpiku
Masihkan setia yang ku titip dulu
Tetap utuh menemanimu ?
Lewat untaian kata ini
Ku kirim bisik suara hati ku
Bahwa setia dan rinduku
Masih tetap milikmu

Perjuangan Diujung Pena

Cerpen
Oleh : Erna Yuliana
(Mahasiswi Univ.PGRI PLG, Semester 6C)


Diterik mentari yang bersinar terang mengagungkan kehidupan yang indah, jembatan berdiri dengan kokoh melambangkan sebuah kota yang megah, berisikan barisan mobil berjejer dengan rapi. Inilah yang nampak dari kehidupan kota yang megah menggambarkan kehidupan negara yang sejahtera, namun tak pernah terlihat sosok tubuh mungil dibalik barisan besi yang membawa Koran dan menjajakkan barang dagangannnya.
“Koran….korannnn…Koran pak? Ada berita baru terhangat pak” begitulah teriakan cempreng dari tubuh mungil itu. Dengan lembut Budi membujuk para pengemudi susunan besi itu. Beginilah kehidupan yang selalu dilalui oleh Budi seorang pelajar dari sebuah sekolah yang terkemuka. Disela-sela waktunya untuk bermain dia habiskan dengan berjualan Koran, kehidupan dibawah garis kemiskinan memaksanya menghabiskan waktunya untuk bekerja dan bekerja. “Korann…koran Pak? ” Namun tak ada yang menjawab teriakannya, suasana terik terus membuat tubuh kecilnya mendi keringat. “Budi istirahat dulu!” mendengarkan suara itu ia menoleh kebelakang, matanya mencirik sekeliling mencari sumber suara, melihat sosok tubuh itu segeralah bergegas Budi menghampirinya. “Ya…mpok. Ada apa mpok?” kamu nggak sekolah Budi? Ini kan sudah jam 12.” “Ya..mpok..makasih udah ngingetin” (sahut Budi), ingatlah Budi perihal sekolahnya, ia segera meletakkan barang dagangannya di warung Mpok Atik yang tak lain adalah tetangga sebelah rumahnya yang sangat peduli dengan Budi, karena ia juga sudah menganggap Budi sebagai anaknya sendiri. Kebetulan Mpok Atik juga berjualan disekitar pinggiran jalan tempat Budi menjajakkan korannya. Budi berlari menuju gubuk tua disela-sela megahnya bangunan mewah. Untuk mengganti pakaian dengan seragam putih abu-abunya. Tak lama Budi pun sudah rapi dan segera berangkat ke sekolahnya. Disekolah Budi tergolong anak yang pintar sampai ia mendapat beasiswa dari pmerintah hingga ke jenjang Perguruan Tinggi, walaupun ia hanya pedagang Koran ia bangga dan tak pernah merasa malu karena ia dapat membiayai keluarganya dari hasil menjual Koran. Semua orang saying dan bangga dengan Budi dan keuletannya. Tak hanya menjual Koran saja, tapi Budi sangat rajin membaca Koran-koran yang ia jual sehingga ia selalu tahu perkembangan yang ada dan informasi-informasi yang menambah pengetahuannya. Pengorbanan Budi tak sia-sia karena sekarang Budi telah berhasil menjadi orang sukses di dunia bisnis. Budi sekarang menjadi pengusaha Koran yang hebat. Banyak cabang nya yang telah ia kembangkan. Bahkan sekarang Budi menjadi tulang punggung bagi keluarganya.

"Bidadari Kereta Api"

Naskah Drama (Rabu, 07 Juli 2010)

Karya : Erna Yuliana
(Mahasiswi Univ.PGRI, Semester 6C)

Cerita ini adalah kisah nyata yang benar-benar terjadi. Kisah ini juga berawal dari pertemuan sebuah keluarga dengan seorang gadis baik dan berhati malaikat, tepatnya terjadi disebuah stasiun kereta api di kota Palembang. Keluarga itu tak lain adalah keluarga Pak Diman, dengan anggota keluarganya dimana ada seorang istrinya bernama Marni, serta keempat anak-anaknya yang masih kecil dan ada pula yang sudah meranjak usia remaja. Pak Diman adalah keluarga yang bisa dibilang berekonomi lemah karena terlihat dari penampilan ia dan keluarganya yang seadanya. Sedangkan Adis adalah seorang gadis muda belia yang sangat ramah serta supel dalam bergaul , siapapun yang dekat dengannya pasti merasa senang bisa mengenal dan berteman dengan nya, tentunya itu karena sifatnya yang rendah diri dan “welcome” pada setiap orang. Adis tercatat sebagai salah satu mahasiswi Universitas Swasta di Kota Palembang, kebetulan malam itu Adis berniat untuk pulang ketempat asalnya yaitu kota Lubuk Linggau menemui orang tuanya yang menetap disana. Bertepatan pada malam itu juga ada keluarga Pak Diman yang akan berangkat ke Lubuk Linggau dengan kereta api yang sama dengan Adis. Dengan tergesa-gesa Pak Diman menggiring keluarganya menuju loket pembelian tiket kereta api yang akan berangkat pada malam itu khususnya jurusan Lubuk Linggau.

Pak Diman : “Ayo-ayo buruan buk, Ntar kita gak kebagian tiketnya lho”.
Bu Marni : “Ya…sabar lah pak!”
Pak Diman : “Pak, sya mau tiket kereta api yang tujuan Lubuk Linggau, untuk 6 orang. 2 untuk dewasa, terus yang 4 nya anak-anak. Masih ada kan Pak tiketnya? Harganya berapa pak untuk satu orang? ”
Petugas Loket : “Maaf pak, tiketnya udah nggak ada lagi, sudah habis semua, baik yang ekonomi, bisnis, maupun yang eksekutif. Gimana kalau bapak neik yang besok pagi aja? “
Pak Diman : “Gak bisa pak, saya harus malem ini juga berangkat kesana, penting pak gak bisa ditunda-tunda”.
Calok Kereta Api : “ Kenapa Pak?, ada yang bisa saya bantu ?”
Pak Diman : “Ya… Dek. Saya mau berangkat ke Lubuk Linggau tapi gak kebagian tiket.”
Calok Kereta Api : “Oh…kalo itu gak masalah saya bisa Bantu pak. Bapak naik saja keretany, terus biar saya yang jamin semuanya, bapak bayar aja uang tiketnya sama saya, dijamin bapak bisa sampe ketujuan dan berangkat naek kereta malam ini juga. Bapak kasih aja ke saya uang tiketnya seluruhnya Rp. 300.000 untuk 6 orang, satu orang Rp. 50.000.”
Pak Diman : “Wahh…mahal banget dek! Gak bisa kurang apa? Saya ini lagi gak ada uang dek, saya aja lagi kesusahan, jadi kalau bisa tolong dikurangi harganya ya! Saya Cuma pegang uang 200.000”.
Calok Kereta Api : “Ya udah naik saja dulu sama keluarganya! Keretanya sebentar lagi mau berangkat pak.”


Dengan tergesa-gesa Pak Diman beserta istri dan anaknya bergegas menaiki kereta tujuan Lubuk Linggau yang sebentar lagi akan segera diberangkatkan. Adis hanya focus menjadi penonton menyaksikan adegan itu. Setelah berada diatas kereta ternyata Adis memang berjodoh dengan keluarga itu. Tempat duduk Adis berdekatan dengan posisi duduknya keluarga Pak Diman. Hanya saja malangnya keluarga Pak Diman terpaksa harus duduk lesehan disela-sela lantai kereta hanya dengan beralaskan kardus bekas, karena mereka tidak dapat tiket. Si calok segera menagih uang pembayaran pada pak Diman, dan dengan segera Pak diman memberikan dua lembar uang kertas berjumlah Rp. 200.000,- pada calok tersebut. Sungguh tak ada belas kasihan calok itu memaksa meminta lebih, padahal Pak Diman sudah mengatakan hanya itu uang yang ada disakunya. Calok tetap memaksa dan mengancam keluarga Pak Diman untuk segera turun dari kereta kalau tidak menambahkan bayarannya.

Pak Diman : “Tolonglah dek…saya beneran gak punya uang lagi, tinggal uang ribuan inilah yang saya pegang.” (Pak Diman menunjukkan 4 lembar uang ribuan kertas yang sedikit lusuh dan terkepal).
Calok : “Ya sudahlah! Apa boleh buat.” (dengan kasar calok tersebut mengambil uang ribuan tersebut dari tangan Pak diman, dan buru-buru pergi meninggalkan keluarga itu).
Bu Marni : “Pak! Kok mas tadi nggak ngasih kita tiketnya, nanti kalau ditanya petugas kereta gimana? Nanti dikira kita gratisan, padahal kita kan udah ngeluarin uang banyak lho Pak! (Kata Bu Marni dengan polosnya).
Pak Diman : “Ya…ampun untung ibu ngingetin, bapak sampe lupa nanyain itu!” (sambil bergegas berlari Pak Diman menyusul langkah calok tersebut yang belum seberapa jauh dari keluarga itu. Dengan lemah lembut Pak Diman membicarakan masalah tiket tersebut).
Pak Diman : “Dek…Dek…! Maaf sebelumnya saya hanya mau nanyain masalah tiket. Takutnya nanti kami dikira gak bayaran naik keretanya.”
Calok : “Gak usah pake tiket lagi Pak. Saya jamin gak bakal ada masalah, saya sudah hubingi langsung petugasnya. Jadi bapak gak perlu khawatir. Pokoknya nanti kalau ditanya petugasnya bapak sebutin saja nama ini! (calok tersebut memberikan kopelan kertas kecil diatasnya tertulis nama “Darmanto”).
Pak Diman mulai legah setelah menenrima kopelan kecil tersebut sebagai pegangannya untuk sampai ketujuan dengan aman bersama keluarganya, meski tanpa tiket ditangannya. Pak Diman dengan mudahnya terpedaya oleh Si Calok brengsek itu. Ia memberikan kepercayaannya begitu saja, tanpa berfikir negatif sedikitpun. Pak Diman kembali bergabung dengan istri dan ke empat anaknya.

Bu Marni : “Gimana Pak? Udah dapet bukti pembayarannya?”
Pak Diman : “Udah beres semua buk.”

Dengan beralaskan kardus bekas pak Diman duduk bersama keluarganya dipinggiran jalan tempat perlewatan para penumpang kereta api lainnya. Adis hanya menyaksikan pemandangan itu dengan hati yang sedikit tak tega. Akhirnya adis pun tak bisa menahan diri untuk segera berkomunikasi dan menyapa keluarga itu.

Adis : “Maaf Pak…mau kemana ya? Kenapa kok bisa dapet duduk dilantai?”
Pak Diman : “Ya beginilah nak namanya juga gak kebagian tiket, gak apa-apalah yang penting nyampe ketujuan.”
Bu Marni ; “Ya…dek, berangkatnya juga gak disengaja kok. Kalau gak kerena dapet musibah kami juga gak mungkin bisa berangkat ke Linggau, orang buat makan aja susah, apa lagi buat beli tiket kereta! Ini aja bisa ada uang dapet pinjem sama tetangga. Abisnya gak bisa kalau gak kesana. Ibu saya meninggal tadi sore!. (dengan jujur Bu Marni menguraikan permasalahan yang dialaminya).
Adis : “ Innalillahi Wainnalillahi Roji’un” (sahut Adis dengan wajah sedihnya seolah ikut merasakan apa yang dirasakan keluarga Pak Diman).

Tuttttt….tuuuuttt….suara kereta apai mulai terdengar dan itupun menandakan kereta mulai berjalan menuju kota Lubuk Linggau. Akhirnya tibalah pada tahap pemeriksaan tiket setiap penumpang oleh kondektur yang bertugas pada malam itu didampingi petugas keamanan lainnya sekitar 4 orang. Dan kondekturnya pada malam itu bernama Darmanto sama percis dengan nama yang tertera di kopelan Pak Diman. Dengan tegas dan wibawanya Bapak Kondektur menanyakan tiketnya pada setiap penumpang yang ada dikereta dan meminta agar memperlihatkannya dihadapan petugas. Tibalah pada giliran Adis.

Pak Darmanto : “Maaf Dek…bisa lihat tiketnya? Adek mau kemana tujuannya? ”
Adis : “Ini pak tiket saya, tujuan Lubuk Linggau.”
Pak Darmanto : “Makasih dek, silahkan disimpan lagi tiketnya ya!”.

Dengan keramahannya petugas menjalankan tugasnya, selanjutnya perhatian kembali tertuju kepada keluarga Pak Diman.

Pak Darmanto : “Maaf Pak…bisa ditunjukin tiketnya?”
Pak Diman : “Ini Pak! (pak Diman menyerahkan kopelan kertas pemberian calok itu).
Pak Darmanto : “ Apa ini Pak? Saya minta bapak nunjukin tiketnya, bukan kertas. Apa maksudnya ini, kertas dengan tulisan Darmanto? Bisa bapak jelaskan!
Pak Diman : “Begini pak, tadi saya mau beli tiket tapi kebetlan diloket habis, jadi saya udah bayar sama orang yang katanya bisa ngurus keberangkatan saya sampe ke Linggau. Sya udah bayar Pak sama orang itu dan sebagai ganti tiketnya dia Cuma ngasih kopelan ini, katanya kalau ditanya tiket tunjukin aja kopelan ini, karena orang yang namanya adala dikopelan inilah yang akan bertanggung jawab samapai kami tiba di Linggau, dia udah konfirmasi dengan petugas yang namanya ada di kertas ini. Begitu pak ceritanya!.” (beber Pak Diman kepada Pak Kondektur).
Bu Marni : “Iya bener pak, tadi kami udah bayaran kok sama adek yang nganter kami tadi.”
Ke empat orang anak Pak Diman terlihat tegang dan ketakutan dengan para petugas tersebut. Pak Diman menguraikan dengan sedetail-detailnya dan ia berkata jujur apa adanya. Kondektur sedikit kesal dan mulai menampakkan emosinya, karena namanya yang ada dikopelan itu sudah disalah gunakan.

Pak Darmanto : “Bapak tau siapa nama yang ada dikertas itu? Dan yang mana orangnya? Apa bapak juga tau siapa orang yang sudah ngasih bapak kopelan ini? Berapa uang yang sudah bapak kasih ke orang itu ?
Pak Diman : “Kalau sama orang itu saya nggak kenal pak! Pokoknya saya percaya aja, terus nama yang ada dikopelan itu saya juga nggak tau yang mana petugasnya. Saya tadi udah bayar 200 ribu sama orang itu pak.
Pak Darmanto : “Bapak bisa baca? Coba bapak baca nama yang ada dibaju saya! (perintah kondektur dengan tegas, sangat jelas nama Darmanto terpampang didada kanan kondektur itu, Pak Diman hanya terbengong heran).
Pak Darmanto : “Saya rasa bapak tau kalau bapak sudah ngelakuin kesalahan, saya yang bernama Darmanto! Dan itu artinya bapak sudah melakukan pelanggaran dengan tidak memiliki tiket resmi, melainkan malah berhubungan dengan calok. Bapak tau sendiri kan sanksinya, bapak akan diturunkan dari kereta api ini. Saya tidak sedikitpun menerima uang atau kontak dari orang yang bapak maksud.”

Pak Diman hanya bisa terdiam dan tak berdaya, ia baru menyadari kalau ia telah ditipu mentah-mentah, uang 200 ribu hasil pinjaman dari tetangganya lenyap begitu saja. Kesedihan tak luput dari raut wajahnya. Ia memohon belas kasihan dari para petugas untuk dapat metolerir.

Pak Diman : “Maaf Pak, saya benar-benar gak tahu! Saya sendiri sudah tertipu, saya piker orang itu benar-benar bisa membantu saya dan menjamin keberangkatan saya sampai ketujuan”.
Pak Darmanto : “Begini pak, saya hanya menjalankan tugas saya sebagaimana mestinya, dan saya berusaha menerapkan disiplin kerja diperusahaan Kereta Api ini. Bagi siapa saja yang melanggar aturan pasti akan ditindak tegas, bukan Cuma kepada bapak sanksi ini diberikan, tapi bagi penumpang lainnya juga yang melakukan hal serupa tetap akan diberi sanksi yang sama.”
Pak Diman : “Tapi pak tolong jangan turunkan saya dan keluarga saya, saya harus tetap ke Lubuk Linggau pak. Orang tua istri saya meninggal besok sudah harus dimakamkan, jadi kalau bisa kami ingin melihat jenazah orang tua kami untuk terakhir kalinya, saya mohon pak kemurahan hati bapak, saya tahu kami sudah melakukan kesalahan besar, dan saya janji ini tidak akan terulang lagi.”
Bu Marni : “Ya Pak, tolonglah kami! Kami lagi dapet musibah pak! (timpal Bu Marni).

Mata Adis sempat berkaca-kaca menyaksikan kejadian itu, seandainya hal itu menimpa keluarganya sungguh tak dapat ia bayangkan betapa tragisnya. Akhirnya Pak Kondektur memberikan solusi.

Pak Darmanto : “Baiklah…kalau begitu bapak boleh tetap menjalankan perjalanan, tetapi syaratnya bapak tetap harus membayar uang seharga tiket sebagaimana mestinya yang sudah menjadi kewajiban bapak. Bagaimana?”
Pak Diman : “Waduuhh….gimana ya pak! Jujur saya sudah nggak pegang uang sepeser pun pak! Tadi semuanya udah abis saya kasih sama orang itu, malah uang ribuan saya juga diembat sama orang itu.”
Pak Darmanto : “Ya kalau begitu saya sudah gak bisa ngasih jalan keluar lain lagi, terpaksa bapak dan keluarga bapak harus kemi turunkan distasiun kecil pertama yang dilewati oleh kereta ini, itu demi kedisiplinan diperusahaan kami.”
Pak Diman : “Tolong pak…kasihani kami, kasihani anak istri saya pak! Kami sudah gak punya uang sepeser pun!”

Adis akhirnya gerah melihat kejadian yang menyedihkan itu, batinnya seakan menjerit jika ia tetap berdiam diri. Ia pun mulai angkat bicara.

Adis : “Maaf Pak Kondektur, bapak ini gek bohong! Saya menyaksikan semua kejadian yang dialami bapak ini dan keluarganya, ulai dari ia menuju loket sampai ia bertemu dengan calok preman tersebut. Dan saya rasa pak Diman ini nggak salah karena dari awalnya memang beliau sudah memenuhi kewajibannya untuk membeli tiket, hanya saja tiketnya habis, jadi terpaksa Pak Diman mengambil jalan pintas untuk tetap sampai ketujuan karena ada musibah. Apa bapak tidak bisa memberi toleransi sedikit saja buat keluarga Pak Diman ini, kasihan pak mereka lagi tertimpa musibah.
Pak Darmanto : “Kalau boleh tahu, adek ini ada hubungan apa dengan keluarga ini?”
Adis : “Saya memang gak ada hubungan apa-apa pak, bahkan saya baru bertemu malam ini juga dengan keluarga Pak Diman. Tapi saya sangat kasihan dengan apa yang dialami Pak Diman dan keluarganya. Gimana kalau ini terjadi dengan keluarga bapak atau[un dengan keluarga saya juga???”
Pak Darmanto : “Saya menghargai maksud adek, saya bukannya gak toleransi atau gak punya nurani, tapi ini kewajiban saya menjalankan tugas sebagaimana peraturan yang ditetapkan”. Bukankah tidak adil dan professional jika saya pilihj-pilih dalam menindak tegas setiap penumpang yang melanggar aturan. Lagipula tadi saya sudah kasih solusi, tapi tetap tidak bisa dipenuhi. Dengan berat hati terpaksa keluarga ini tetap harus diturunkan distasiun yang pertama dilewati, masih untung tidak diturunkan ditengah hutan. (Cetus kondektur itu).

Pembicaraan antara Adis dan Kondektur membuat yang laiinya terdiam khusuk mendengarkan. Pak Diman, Bu Marni, dan ke empat orang anaknya hanya pasrah dengan apa yang akan mereka alami. Dua orang anaknya yang masih kecil sempat menangis karena merasa takut dengan situasi dikereta malam itu. Penumpang lainnya hanya diam sebagai penonton setia kisah cerita tersebut. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa merasakan iba melihat nasib Pak Diman dan keluarganya. Tanpa disangka dan diduga Adis muncul sebagai bidadari berhati mulia dimalam itu.

Adis : “Ya sudah pak, kalau begitu biarlah keluarga pak Diman tetap melanjutkan perjalannya, saya yang akan urus administrasinya dengan bapak.”
Pak Darmanto : “Adik memang anak yang baik, saya salut dengan gadis seperti kamu, jarang ada di jaman sekarang ini! Kalau begitu adek keruangan dibagian belakang kereta ini!”.

Padahal Adis masih berstatus sebagai mahasiswi, tapi ia rela menguras habis sakunya untuk membantu keluarga Pak Diman. Dan Adis juga bukan dari keluarga yang berada. Tapi sungguh mulia hati gadis itu apalagi mengingat usianya yang masih muda, sesutu yang patut menjadi teladan.

Adis : “Bapak yang tenang ya, biar saya yang urus semuanya!, gak usah terlalu dijadikan beban pikiran ya pak!”
Pak Diman : “Terima kasih banyak ya nak, bapak nggak tau harus bagaimana membalas kebaikan kamu” (sambil berlutut dihadapan Adis Pak Diman terus mengucapkan kata terima kasih).
Bu Marni : “Makasih banyak ya dek! Oh…ya sebenernya nama adek siapa sih? Dari tadi udah ngobrol tapi nggak tau namanya, bahkan udah jadi dewi penolong kami”.
Adis : “Nama saya Adis buk! Ibu gak usah memuji berlebihan, apa salahnya saya Bantu selagi saya bisa”.
Bu Marni : “Ibu hanya bisa do’a in semoga kebaikan dek Adis dapat imbalan yang setimpal dari yang diatas, dan makin dimurahkan riskinya. Aminn”.
Pak Diman : “ya nak Adis, bapak dan semua keluarga bapak jadi banyak terhutang budi sama nak Adis, sekali lagi makasih banyak ya nak.”
Adis : “sama-sama pak, saya juga senang kok bisa Bantu sesama yang lagi kesusahan”.

Akhirnya rasa persaudaraan terjalin diantara gadis baik itu (Adis) dengan keluarga pak Diman yang malang. Spontan pelukan penuh arti dari Bu Marni langsung mendekap erat tubuh Adis. Adis merasa mempunyai keluarga baru yang sangat menyayanginya. Perjalanan Pak Diman dan kelurganya berjalan mulus.
Itulah akhir dari cerita ini yang berakhir dengan dramastis.


oooo TAMAT oooo

Minggu, 27 Juni 2010

Antara Cinta dan Sahabat yang Berakhir Maut

Nama : Amalia Sari
Nim : 2007112111
Kelas : VI. C
Tugas : Naskah Drama

Antara Cinta dan Sahabat yang Berakhir Maut

Di sebuah sekolah ada gadis cantik belia bernama Zakia dia dikenal gadis yang pintar serta ramah serta anak orang kaya. Kehiodupannya yang penuh sempurna membuatnya banyak di senangi oleh kaum laki- laki. Suatu ketika dia berkenalan dengan seorang laki-laki yang tampan dan pintar. Laki- laki itu bernama Carles, dan memiliki seorang sahabat perempuan yang menjadi tempatnya curhat namanay Isabela. Saat pagi mulai menjelang masa orientasi sekolah pun telah datang di depan mata Zakia pun mengikuti orientasi di SMA yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal rumahnya yang elit di jalan Bangau.

Zakia : (Pagi hari yang cerah membuatnya tidak sabar lagi untuk bergegas mengikuti orientasi sekolah dan ia memakai sebuah topi yang terbuat dari karton biru danMengenakan rok yang di baluti talii rapiah berwarna- warni yang menjadi syarat untuk mengikuti orientasi sekolahnya. Dia pun bergegas pergi berangkat ke sekolah nya dengan di antar oleh ayahnya dengan kendaraan roda empat mobil mewah. Sesampainya di sana dia hampir telat dan segera memasuki barisan kelompoknya, maka berkenalanlah dia dengan wanita) ” Hai perkenalkan nama saya Zakia kamu siapa ya bolehkah saya mmenjadi teman baikmu ?”
Isabela : ” Ya tentu saja boleh nama saya Isabela, kamu dari Lulusan SMP mana ?”
Zakia : ” Saya dari lulusan SMP 4 Palembang”
Isabela : ” Ohh....., senang berkenalan denganmu....” (sambil tersenyum menjabatkan tangannya ).
Zakia : ” Ya sama- sama ” ( Zakia pun kian akrab dengan Isabela menjadi teman karibnya dan sangat kebetulan sekali dia satu kelas dan satu bangku di sana dia berjuampa dengan murid laki- laki yang tampan bernama Carles dia pindahan dari jakarta. Zakia pun jatuh cinta pada Carles dia selalu memperhatikan murid laki- laki itu terus menerus dari kejahuan dan dia bebisik kepada sahabatnya Isabela ” Bella siapa murid laki- laki yang duduk di barisan sebelah kanan itu ?”
Isabella : ” Aku juga kurang tahu Zakia mari kita berkenalan sekarang.....!”
Zakia : ” Tapi aku malu Bella dia tampan sekali ya....?” ( jantungnya berdenyuk kencang mana kala ingin menghampiri laki-laki tampan itu untuk berkenalan )
Isabella : ” Ya....benar tampan sekali dia, ayo kita berkenalan dengan dia sekarang juga!”
Zakia : ” Oke siapa takut hehehe.......” (dak..dig....dug....jantung berdebar ketika mendekati pemuda tampan itu)
Isabela : ( mulai menghampiri dan berjabat tangan dengan laki- laki tampan itu ) ” Hai perkenalkan nama saya Isabella, nama kamu siapa ?”
Carles : ” Nama saya Carles, dan siapa nama teman kamu di sampingmu itu ?” ( sambil tersenyum )
Isabela : ” Oh kenalkan namanya Zakia ”( Zakia pun menjabatkan tanganya sambil memperkenalkan dirinya dan tersenyum penuh arti seolah menggambarkan rasa senangnya pada laki- laki tampan itu ).
Carles : ” Wah senang sekali ya berkenalan dengan gadis cantik seperti kalian ” ( sambil tersenyum)
Zakia : ” Ya aku juga senang berkenalan dengan pemuda tampan seperti kamu. Sudah lama ya tinggal di palembang ?’
Carles : ” Aku baru pindah dari Jakarta dulu aku sekolah di sana hanya sampai Smp saja. Dan masih terlalu asing dengan daerah palembang.”
Zakia : ” Ya kalau begitu aku dan Isabella nanti bisa mengantarkanmu jalan- jalan di daerah kota palembang, bagaimana kamu mau ?”
Carles : ” Ya tentu saja aku mau dengan senang hati ”
Zakia : ” Ya sama- sama aku juga senang bisa membantumu menganterkan jalan-jalan”
Isabela : ” Benar Carles kami senang sekali bisa jalan denganmu....” ( sambil tersenyum )
Carles : ” Ya aku juga senang, nanti sehabis lonceng pulang sekolah kita pergi bertiga ya dengan mobilku bagaimana ?”
Zakia : ” Baik aku dan Bella setuju”( Carlles, Zakia, dan Isabella pun jalan- jalan keliling palembang dengan mengendarai mobil mewah dengan sopirnya, keakrabanpun mulai terjalin manakala mereka bertiga kian akrab dengan kebersamaaan, dan pulanglah dia kerumahnya pada larut malam, di antarkanlah Isabella dan Zakia ke rumahnya masing- masing )
Carles : ” Sampai jumpa ya Isabella, besok kita bertemu kembali di sekolah ”
Isabela : ” Ya Carles trimakasih atas tumpangan dan jalan- jalannya ”
Carles : ” Ya...sama- sama ” ( Carles pun mengantarkan Zakia dan di dalam mobil dia meminta no hanphonnya laki-laki tampan itu )
Zakia : ” Carles aku minta no hanphonmu boleh tidak ?’ ( sambil tersenyum menatap Carles seolah menggambarkan begitu senagnya dirinya pada leki- laki tampan itu )
Carles : ”Ya ini no hanphon saya 08128884502,nanti kalau ada perlu hubungi saja ya Zakia !” ( mobil pun melaju kencang menelusuri jalan jendral sudirman ketika ingin mengantar Zakia ke rumahnya. Dan tibalah mobil itu di depan rumah Zakia, waktu pun telah menunjukkan pukul 20.00 wib dan dia turun dari mobil itu lalu melambaikan tangan kepada pemuda tampan itu)
Zakia : ” Terima kasih Carles sampai ketemu besok ya ” ( sambil tersenyum dan melambaikan tangannya di depan gerbang pintu rumahnya ) Keesokan harinya aktivitas sepetti biasa dilaluinya untuk bersekolah. Zakia pun bergegas bangun serta mandi dan sarapan untuk cepat- cepat datang ke sekolahnya. Sesampainya di sekolah dia bertemu dengan Isabela dan Carles yang rupanya berangkat ke sekolah barengan dan anehnya sahabat baiknya itu tidak memberitahukan kalau hari ini dia bersama Carles akan barengan ke sekolah.
Carles : ” Selamat pagi Zakia kamu cantik sekali pagi ini ” ( sambil tersenyum dan di samping sebelah kanannya masih ada Isabella dia tidak tahu bahwa bella juga begitu menyukainya dan zakia begitu juga mengaguminya).
Zakia : ” Ya pagi juga Carless, kalian sudah siap minggu depan kita ujian semesteran, apa kalian berdua mau kerja kelompok ?”
Carles : ” Ya boleh Zakia. Bella juga mau kan ?”
Isabella : ” Ya tentu saya mau sekali, tapi di rumah siapa ?”
Zakia : ” Bagaimana kalau di rumahku ?”
Carles : ” Ya boleh aku setuju ”
Isabella :” Ya aku juga setuju, kapan ?”
Zakia : ” Bagaimana minggu pagi ?”
Isabella :” Oke aku juga ada waktu luang kebetulan eskul di sekolah sedang di liburkan ”
Carles : ” Ya aku mau juga ”
Minggu hari yang di nanti itu telah tiba mereka bertiga pun belajar berkelompok dengan penuh semangat. Sampai pada suatu ketika ujian sudah selesai mereka mendapatkan peringkat di kelasnya. Zakia peringkat pertama dan juara umum sedangkan Isabela peringkat ke dua dan sayangnya Carles hanya masuk dalam sepeuh besar. Mereka bertiga pun memutuskan liburan ke Luar Kota yaitu ke Lampung, dengan mengendarai mobil mewah dia berangkat bertiga dan di dalam perjalanan dia mengalami kecelakaan maut tertabrak sebuah mobol truk teronton seketika terhantam jauh dengan kecepatan tinggi melaju kencang dariu arah depan mobil yang di naiki Carles, Isabella dan Zakia. Maut pun tak dapat di elak dia pun meninggal dunia di tempat.
Carlles : ” Awass,,,,, Pak mobil di depan ” (dia berbicara ketika sebelum detik- detik terakhir dia menjelang maut di depan mata )
Zakia : ” Awas, Ah.......” ( sambil menutup mata dengan kedua tangannya ketika di lihatnya sebuah mobil truk teronton menabrak mobil yang di tumpanginya )
Isabela : ” Awas....ahhhhhh.....( meninggallah seketika mayat Carles, Zakia, dan Isabela telempar ke jurang bersama mobil yang di kendarainya.).

Kenangan Indah Bersamanya Telah Meninggalkan Duka di Hati Anak dan Istrinya

Nama : Amalia Sari
Nim : 2007112111
Kelas : VI.C

Tema : Menceritakan tentang seorang ayah yang telah meninggal dunia di usia senja
Karena mengidap penyakit lever yang memberikan kenangan duka di hati istri
Dan keempat anaknya.
Amanat : Mengajarkan kita agar selalu tegar dan tabah dalam menghadapi cobaan
Apapun yang melanda termasuk itu kehilangan seorang figur bapak yang telah
Membesarkan kita karena yang ada di dunia ini termasuk manusia akan kembali
Kepada Allah SWT.


Kenangan Indah Bersamanya Telah Meninggalkan Duka Di Hati Anak dan Istrinya
Keluarga harmonis ini merupakan salah satu yang serba berkecukupan sebut saja Pak Riantono dan istrinya Ellena keempat anaknya terdiri dari dua laki- laki dan dua perempuan. Anak pertama bernama Buyung dan anak kedua bernama Andrian serta anak ketika Eva dan terakhir Evi. Anak pertama Buyung sudah bekerja di pelayaran dan anak keduanya adrian telah menjadi seorang anggota aparat keamanaan, anak ketiga sudah menyelesaikan studinya di salah satu universitas swasta di sumatera selatan jurusan perhotelan serta anak yang terakhir masih menyelesaikan studinya di universitas negeri di sumatera selatan jurusan listrik.
Kisah ini memang dari kehidupan nyata dari sebuah keluarga yang bahagia. Laki-laki yang kerap kali di pnggil Ayah ini merupakan seorang ABRI dia di kenal orang yang ramah, sopan dan suka membantu sesamanya di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Ayah atau Pak Riantono ini dalam kehidupan sehari- hari sangat pandai bergaul bersama kerabat tetangga serta keluarganya selain dia memiliki sifat sopan, jujur, dan tenggang rasa di lingkungan tempat tinggalnya sekitar dia juga merupakan sosok ayah yang pandai mendidik keempat anaknya yang kerap kali membuat jengkel dirinya. Ayah panggilan kesayangannya di lingkungan tempat tinggalnya dan di lingkungan keluarganya. Kegiatannya sehari- hari kerap kali di isi dengan kesibukan memasak yang menjadi hobbynya selain memasak dia juga suka sekali bercocok tanam yaitu di antaranya menanam pisang, sayur – mayur sampai dengan tanaman karet yang merupakan salah satu bercocok tanam yang menambah penghasilannya,
Suatu ketika di saat dia menghadapi masa- masa sulit menghadapi cobaan yang mengadangnya yaitu istrinya yang bernama Ellena mengalami sakit darah tinggi dia pun sedih manakalah melihat di depan matanya istrinya terbaring di tenpat tidur salah satu rumah sakit di sumatera selatan. Laki-laki ini memeluk agama nasrani dia di kenal sangat kuat agamanya tiap minggu dia kerap kali mendatangi gereja di dekat tempat tinggalnya perumnas kendaraan yang paling dia senangi adalah sebuah sepeda motor tua tapi masih terlihat bagus dengan sebuah lonceng kecil yang menghapit serta menempel di bawah jok motornya entah apa yang dia tempel itu tetapi selama benda kesayanganya itu masih menempel di kendaraan yang kerap kali di gunakannya untuk rutinitas pekerjaannya sehari- hari. Ketika istrinya sakit dia pun mencoba menjaga dan menunggui bersama kedua anak gadisnya yang bernama Eva dan Evi. Istrinya pun dalam minggu kedua kembali sehat dan bangkit dari sakitnya seketika hati Ayah pun senang manakalah istri dan ibunya telah siuman dan sembuh dari sakitnya. Ibu Ellena di bawa ke rumahnya bersama kedua anak gadisnya. Kebersamaanpun kerap kali mengisi keluarga harmonis ini dengan penuh kehangatan dan perhatian.
Satu bulan pun telah berlalu kondisi Ibu Ellena kembali sehat dan dapat berjalan serta mengikuti rutinitasnya sehari- hari dengan baik. Sampai pada tibanya dia kembali menghadapi sebuah cobaan yang tak terduga manakala suaminya pun yang kemudian menggantikannya masuk rumah sakit Benteng karena terdiaknosa mengalami sakit lever. Ayah pun di antar ke rumah sakit . Dia mengalami kondisi yang keritis karena tiap hari harus mendapat asupan darah dari rumah sakit, padahal Riantono atau yang kerap kali di sebut ” Ayah ” nama panggilan kesayangannya terlihat sehat bugar setiap hari. Keluarga, tetangga, serta kerabatnya tidak menyangka sama sekali dia mengalami penyakit lever.
Dua minggu lamanya dia berada di rumah sakit Benteng kondisinya semakin membaik dan sampai pada saatnya pada hari sabtu sore dia mengalami keritis karena dia kembali muntah darah pihak rumah sakit kehabisan darah. Dokterpun menyuruh pihak keluarga untuk mencari darah dari PMI. Anak laki- laki yang pertama dan kedua masih bekerja sehingga anak gadisnya bernama Eva yang segera meluncur dengan menggunakan kendaraan sepeda motor mencari darah buat sang Ayah. Istrinya pun bersama anak bungsunya Evi menunggui Ayah yang mengalami kondisi keritis di saat- saat terakhirnya menghembuskan nafasnya. Sedih teriris hati manakala Ayahnya tak dapat terselamatkan lagi dan dia menghembuskan nafasnya terakhir kali di rumah sakit Benteng. Anak perempuannya yang ketiga Eva pun menangis manakala dia mendapat sebuah kabar dari telpon bahwa Ayahnya telah meninggal dunia. Dia pun bergegas pulang ke rumah sakit melihat adik dan Ibunya telah menagis di depan mayat Ayahnya. Jenaza pun di antarkan ke rumahnya di daerah perumnas sako. Dengan di bawa oleh kendaraan ambulan dia pun mengiringi mobil jenazah itu dari belakang. Hatinya teriris manakala kepergian Ayahnya dia tidak melihat detik- detik terakhirnya. Hanya sebuah kenangan indah manakala Ayahnya saat- saat di rumah sakit dia meminta sebuah baju baru dan kaca mata serta sebuah coklat keinginan itu pun belum tercapai karena di usia senjanya telah meninggal dunia dia pun teringat kembali hal yang membuatnya mengiris hati ketika Ayahnya mencoba meminum minuman bergas yang sangat jelas di larang pihak rumah sakit. Eva pun sedih mengingat itu di saat dia tidak menjaga ayahnya di rumah sakit ada seorang pembesuk yang meminjamkan uang untuk mmbeli minuman itu dia pun membanting minuman itu lalu memarahi orang tersebut dan memarahi Ayahnya. Kenangan itu yang tidak bisa di lupakannya pada saat dia menjaga Ayahnya. Dan Pak Riantono pun meninggal dunia di usia 71 tahun. Keesokan harinya dia di makamkan di Talang Kerikil dan berpulanglah dia Disisi Tuhannya dengan tenang. Hanya kenangan indah yang menjadi ingatan keluarganya tenteng sosok Ayang yang dicintai dan di sayanginya.

Sabtu, 26 Juni 2010

Nama : Sulastri Gustina
Nim : 2007112085
Kelas : 6.C

Cerpen

Dari MUSI Hingga TPKS

Pagi hari yang mendung, di sertai hujan gerimis, walaupun tidak deras hujannya tapi bisa membuat badan basah kuyup…
Hari itu aku bersama teman-teman pergi jalan-jalan ke Benteng Kuto Besak dalam mengadakan jalan-jalan HMPS di BKB dan outbond di TPKS, karena aku dan teman-teman yang lain ikut dalam organisasi HMPS jadi kami mengikuti kegiatan jalan-jalan ini. Pagi-pagi sekali aku sudah bangun, mempersiapkan bekal untuk jalan-jalan takutnya nanti laper sebelum jam makan siang…. Semua peserta dan panitia outbond mendapat jatah makan siang…

Saat aku berangkat ke BKB, aku kehujanan baju ku basah, ingin rasanya aku pulang lagi kerumah tapi mau gimana lagi ntar aku ditinggal lagi…
Semua teman-teman aku menunggu di MONPERA, tepat jam 07.00 Wib, kami menuju ketepian MUSI, bersiap-siap untuk menaiki Ketek yang telah dipersiapkan untuk kami jalan-jalan ke MUSI. Tapi hujan pun turun dengna derasnya dan kami semua pun kehujanan saat mengantri masuk ke Ketek, banyak juga Ketek yang kami sewa, kira-kira 20 Ketek, karena jumlah kami yang cukup banyak.
Saat mau masuk Ketek aku hampir ajah jatuh, karena licinnya Ketek yang dibasahi air hujan, pas aku mau terjatuh ada tangan yang memegang tangan ku, saat aku liat, oowwhh…. Ternyata indra..
“tree….. Gak apa-apa???
“Oohhgg…. Gak kok… Cuma kaget ajah…

Indra pun masuk ke ketek bersama ku….
Saat didalam ketek indra selalu senyum pada aku, aku tau kalau dia selalu memandang ku… tapi aku ngerasa gak tau ajah…

Di dalam ketek begitu menakutkan bagi aku, karena cuaca lagi hujan deras dan air Musi pun bergoyang, ombaknya begitu kencang, membuat aku berpegangan kuat di bahu indra....
indra tau kalau aku ketakutan dia pun memegang tangan ku, dan merangkul aku…
dia berkata…
“gak usah takut tree…. Ada indra kok….!!
“in, walaupun ada kamu aku masih takut ne… aku gak bisa berenang, aku takut ntar Keteknya tenggelam lagi….
“iya…. Indra tau..tapi, tenang ajah indra kan bisa berenang….
“makasih ya.. ndra...!!!
“sama-sama….maniezz…


Aku hanya mencoba untuk tenang karena ku lihat ketek yang lain sudah jauh dari ketek kami…
Aku merasakan sangat indah jalan-jalan di Musi ini apalagi ada indra disamping ku… memang aku gak pacaran ma indra tapi aku tau.. kalau dia menyukaiku…
Selesai jalan-jalan di Musi.. kami pun jalan-jalan ke TPKS, disana kami main outbond dan foto-foto bersama, makan siang bersama…

Saat main outbond indra selalu menjaga aku… dia takut aku kenapa-kenapa…
Makan siang, aku males makan tapi indra memaksa ku makan dia takut ntar aku sakit…
Main outbond bersama indra menyenangkan sekali…
Dia melihat aku dengan tatapan matanya yang memancarkan kasih sayang yang begitu tulus…
Dia tau kalau aku kedinginan… jadi dia meminjamkan jaketnya untuk ku…
“tree… pakai jaket aku, jaket kamu sudah basah, sini aku jemur dulu bentar biar kering….!!
“makasih ya… ndra, kamu perhatian banget ma aku….

“aku perhatian ma kamu… karena aku ada rasa ma kamu,,,, aku suka ma kamu…
Kamu mau gak jadi pacar aku????”

“aku hanya tersipu malu….dan aku jawab ya, aku mau tapi kita jalani ajah dulu…
“makasih ya tree,,,, aku janji gak bakalan nyakitin kamu… karena aku sayang kamu….

Sebenernya aku dah lama suka ma indra tapi hanya aku pendam…. Akhirnya dia menyatakan sendiri kalau dia suka ma aku…. Bener-bener sangat menyenangkan bagi aku…..
Menyenangkan banget jalan-jalan ini, dapat pengalaman dan dapat pacar yang baik kayak indra….
Menjalani hubungan sama indra hal yang aku impikan selama
Nama : Sulastri Gustina
Nim : 2007112085
Kelas : 6.C

Cerpen


Mata Untuk Chelsea
Kecelakaan ini terjadi dijalan saat Aku mau pergi kerumah teman Ku, aku sangat menyesali semua ini… Aku tak bisa mengendalikan lagi laju kendaraanku. Terdengar suara ban mobilku mendecit-decit. Orang-orang memekik. Berpasang mata seakan ditarik pada satu titik. Aku terkejut. Mobilku menghantam sesosok laki-laki yang melintas. Sesosok tubuh itu pun terkapar di trotoar, mengejang menahan sakit. Sebelah tangannya berusaha keras tetap terkepal. Genangan air hujan yang menadah kepalanya berangsur merah saat tangan lelaki itu akhirnya rebah.
Bumi seakan berhenti bernafas. Hanya sesaat sebelum kembali riuh. Teriakan. Jeritan klakson. Titik-titik air yang meluncur serentak seperti derap sepatu tentara yang melangkah dengan kemarahan. Secarik kertas pelan-pelan kuyup oleh rintik hujan yang kian deras.
***
Masih mengalir jelas dalam memori ingatanku. Enam tahun yang lalu, sepasang mata ini masih bisa memandang birunya langit yang berselimut awan tipis kian membumbung. Seperti cita-citaku yang tinggi untuk menjadi seorang pelukis hebat. Pada langit yang biru itu, selalu saja memberiku ruang inspirasi untuk menggantungkan cita-citaku setinggi mungkin. Setinggi langit yang aku lihat setiap hari. Dari jendela kamar ini pun, aku masih bisa menyaksikan dengan jelas keremangan senja yang merona keemasan bersama kepak-kepak sayap burung pipit melintas dan terus menghilang. Bahkan saat malam sebelum memejamkan sepasang mataku, aku selalu memandangi bulan yang berbingkai bintang-gemintang. Semua begitu indah.Waktu itu pun, aku masih bisa melihat dengan jelas salah satu lukisan karya pertamaku, yang kini tergantung di dinding kamar. Seakan ia menyatu dengan nasibku yang kini tergantung-gantung. Lukisan yang penuh dengan warna itu membuat aku senang sekali. Dan semuanya masih terlihat jelas dalam ingatanku enam tahun yang lalu. Duniaku yang dulu. Dunia yang penuh dengan warna. Tapi, semua warna itu telah berubah menjadi gelap. Seperti kanvas yang bersimbah cairan cat hitam. Ya, sejak peristiwa itu terjadi, aku hanya mengenal satu warna saja. Semuanya adalah hitam, gelap. Menakutkan. Sampai-sampai aku tak bisa melihat wajahku sendiri saat bercermin. Dokter yang telah memvonisku buta seumur hidup setelah peristiwa itu, membuat aku membenci semuanya. Sebab aku tidak rela dan aku tidak mengerti kenapa duniaku kini mendadak berubah?
Ah! Andai saja, pecahan kaca waktu itu tidak menancap di mataku. Aku mungkin tidak akan buta seperti sekarang ini. Aku harus meraba-raba ke manapun aku melangkah. Aku malu. Bahkan aku tidak akan tau, sekalipun di depanku ada jurang atau lautan. Aku membenci keadaan ini. Kalau saja waktu bisa diputar ulang, aku akan mengendarai mobil dengan hati-hati waktu itu. Pasti!
Tapi, kenapa harus aku yang kehilangan kedua mata ini. Tuhan sepertinya tidak adil. Aku marah. Aku begitu terpukul. Berbulan-bulan aku hanya mengunci diri di dalam kamar, bersama kedua mataku yang buta ini. Bahkan bukan saja mataku yang buta, tapi hatiku juga hampir buta. Aku telah mencoba mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Tapi setiap kali aku mencoba, selalu saja ada yang menggagalkanku. Akhirnya aku sadar kalau Tuhan masih sayang denganku.
Saat itulah Ferdy hadir. Aku seperti menemukan mataku. Dengan kesabarannya ia mengajariku untuk mengerti hakikat hidup. Ia mengatakan bahwa Tuhan telah memberikan yang terbaik untukku sekarang. Aku pun bisa memahaminya. Semenjak itu, bila saja terdengar kokok ayam pertanda fajar telah datang, aku terbangun dan bergegas membuka jendela kamarku yang menghadap ke ufuk timur. Seakan mata ini bisa melihat terangnya sinar putih sang mentari yang merayap meninggi. Meski aku sadar, itu bukanlah kenyataan, tapi aku seperti melihat harapan itu. Harapan yang selalu hadir bersama bayangannya. Ferdy adalah sahabatku. Aku tak sengaja mengenalnya. Aku menabraknya saat aku tersesat waktu nekat keluar rumah. Dengan tulus ia menemani dalam duniaku yang gelap hingga saat ini. Seakan ia hadir membawa cahaya yang terang. Dia begitu setia. Sepanjang jalan waktu itu, ia memberiku banyak nasehat. Hingga aku bisa menemukan hidupku yang baru, meski penglihatanku cacat. Sampai akhirnya, aku bisa tiba di rumah dengan bimbingan dia. Hari ini adalah hari ke delapan aku melangkah kakiku keluar menuju ke sesuatu tempat di mana aku bertemu dengannya. Tempat yang seakan telah menemukan semangatku untuk hidup. Meskipun aku tidak tau tempat ini seperti apa. Tapi aku bisa merasakan tempat ini terasa indah, apalagi dengan kehadirannya. Aku telah memberanikan diri melangkah lebih jauh. Seperti dulu, saat mata ini masih berfungsi dengan baik. Awalnya aku hanya melangkahkan kakiku dengan bantuan tongkat menyusuri teras rumah. Terus ke halaman, jalan, dan tempat ini. Di sini aku bisa merasakan terpanaan sinar mentari pagi. Aku tidak peduli kulitku yang dulu putih kini menjadi gelap. Aku semakin mengenali tempat. Sekalipun hanya dengan bantuan tongkat ini aku memberanikan diri bermain-main mengikuti rabaannya. Aku menunggu seseorang di sini. Seseorang yang senantiasa menguatkanku dengan keadaaku. Dengan kesabaran dan ketulusan ia mengajariku untuk percaya diri. Untuk bangkit. Ya, seseorang itu adalah kekasihku. Ia adalah satu-satunya orang yang tidak pernah aku benci. Aku mengenalnya begitu dekat.
“Sayang… kau kah itu?” Aku mendengar ada langkah kaki mendekatiku.
“Iya Chelsea, ini aku. Apa kabarmu?” Seseorang telah menyapaku. Itulah Ferdy. Seseorang yang begitu tulus menemaniku. Aku bahkan telah jatuh cinta pada ketulusan hatinya. Dan ia pula jatuh cinta dengan kesabaranku.
“Apakah langit hari ini begitu indah, Fer?” Aku memberanikan bertanya.
“Iya Chelsea. Ada tebaran awan putih di sana. Kepak-kepak burung pipit, bermain-main di udara. Langit cerah membiru. Seperti birunya hubungan kita.” Ferdy menggambarkan semua itu padaku.
“Kau yakin, aku akan bisa melihat langit itu kembali?”
“Chelsea… yakinlah suatu saat kau akan bisa melihat indahnya langit.” Ferdy menyakinkanku. Begitulah ia selalu memberi semangat kepadaku.
“Ya.. bila aku bisa melihat langit kembali, kita akan segera menikah.” Ucapku dengan penuh harap.
Begitulah setiap hari ia berusaha meyakinkanku. Ia tak pernah lelah mencari orang yang bisa mendonorkan mata untukku. Tapi setiap kali ia gagal, aku pula yang semakin jenuh. Tapi aku tidak pernah berhenti berdoa, hingga peristiwa besar itu telah memisahkan kami.
***
Perempuan dengan kaus panjang warna putih, duduk di halaman depan rumah sejak pagi tadi. Matanya tertutup oleh perban putih yang melingkar di kepalanya. Tiga pekan yang lalu, ia sudah menjalani operasi mata. Dokter bilang ia akan sembuh dan bisa melihat sebagaimana orang normal lainnya. Dania tidak perlu menggunakan tongkat lagi untuk membantunya berjalan.
Itulah aku. Aku sangat bersyukur dan berterimakasih kepada seseorang yang telah mendonorkan matanya untukku. Meskipun aku tidak tau siapa dia. Awalnya pun aku ragu. Tapi Ferdy, kekasihku telah memberikan dorongan yang kuat untuk menerima tawaran itu. Aku pun menerimanya.
“Cahaya sebentar lagi engkau akan melihat betapa indahnya langit hari ini. Awan putihnya seakan berkejaran dengan riangnya mengejar pelangi di sana.” Suara Ferdy memecah kesunyian pagi.
“Sungguh?” Aku berbunga-bunga mendengar perkataan kekasihku. Aku bisa merasakan. Ia berdiri tepat dibelakang di mana aku duduk. Tangannya perlahan membuka perban yang sejak kemarin menutup kedua mataku dengan hati-hati.
“Bukalah matamu perlahan-lahan Chelsea! Dan saksikanlah betapa langit begitu indah sekarang. Ia seakan menunggu hadirmu, Chelsea.”
Aku menggerakkan mataku. Aku masih takut apakah mata ini masih bisa normal kembali. Perlahan aku buka kelopak mataku. Terasa berat. Aku terus mencoba dengan hati-hati. Perlahan mataku seperti diserbu ribuan berkas cahaya yang menusuk-nusuk mataku. Begitu menyilaukan. Perlahan semua yang tadinya samar-samar, kini terakomodasi kian jelas. Aku takjub dengan keajaiban yang aku lihat. Hatiku membuncah. Mataku telah bisa melihat keindahan langit pagi ini. Bahkan nanti, aku pasti bisa menyaksikan mentari yang merona keemasan menjemput malam bersama kepak-kepak sayap burung senja.
“Apa yang kau rasakan Chelsea?”
“Aku…aku… bahagia. Aku bisa melihat langit yang membiru itu, Fer..! Aku bahagia sekali.” Aku gugup. Aku begitu terpana dengan pemandangan di atas sana. Pemandangan yang selama ini aku impi-impikan. Dunia yang selama ini gelap, sekarang begitu terang benderang.
“Benar Chelsea, langit itu telah menunggu sapaanmu sejak lama.” Ucap Ferdy yang memegang erat bahuku sejak tadi.
“Lihat di sana ada awan putih!” Aku menunjuk ke arah kanan di mana kami berada.
“Ya! Awan putih senantiasa begitu indah, selalu meneduhkan pandangan kita.”
Aku semakin asyik melihat semuanya. Hampir-hampir aku tidak menyadari kalau Ferdy berdiri setia menemaniku.
“Kalau boleh aku tahu, siapa yang mendonorkan mata ini untukku, Fer?” Aku bertanya padanya. Hatiku berbunga-bunga. Membuncah dalam kesenangan.
“Dia sudah ikhlas mendonorkan matanya, Chelsea. Yang penting sebentar lagi kita akan menunaikan janji untuk hidup bersama. Kita akan tinggal di sebuah rumah yang telah kita impikan selama ini. Aku akan menikahimu Chelsea!” Ferdy berucap. Aku tersadar, aku teringat dengan janji itu. Aku membalikkan pandanganku, dengan serta merta aku akan mengatakan yang sesungguhnya kalau itu adalah impianku selama ini. Tapi bibirku terkunci, saat tersadar kau seperti aku yang kemarin.
“Tidak!” Aku terperangah kaget. Aku menjauhinya.
“Ada apa Chelsea!” Ia seperti mengkuatirkan keadaanku.
“Tidak…!” Aku sekali lagi terkejut dengan yang aku lihat. Aku ketakutan melihatnya.
“Chelsea…! Kau kenapa?” Ia kebingunan mencariku. Aku menghindar dan menepis tangannya yang meraba-raba.
“Tidak mungkin. Tidak mungkin aku akan menikah dengan orang buta sepertimu!” Aku menangis. Aku berlari menjauhinya. Ternyata orang yang selama ini begitu dengan tulus menyayangiku adalah orang yang cacat penglihatannya.
“Kau bukan Ferdy. Ferdy tidak buta. Pergi Kau!” Aku mengusirnya, hingga ia harus tertatih-tatih pergi menjauhiku.
***
Selembar surat aku baca. Ada pesan singkat di sana.
Sayang…
Sekarang kau bisa melihat langit kembali. Aku begitu bahagia.
Sayangku…
Tolong engkau jaga baik-baik kedua mata yang telah aku berikan kepadamu.
Yang menyayangimu,
(Ferdy)
Air mataku tumpah bersama air hujan yang membasahi selembar surat yang ku pegang sejak tadi. Aku tak kuasa membaca tulisan singkat yang tidak beraturan itu. Tetes air mataku kian memendarkan surat terakhirnya. Tulisan itu seakan telah menampar keegoisanku. Aku telah sombong dengan kedua mataku.
“Ferdy….!” Aku berteriak memanggil-manggil namanya. Aku tersadar kedua mataku ini adalah matanya. Kini ia telah pergi dengan mengenaskan. Dan itu berpunca dari sikapku yang salah.
Aku terlambat meminta maaf padanya. Dan aku baru sadar, kalau tubuh itu telah terbaring lemah di atas trotoar bersimbah darah. Aku telah menemukannya tak bernyawa lagi, setelah aku tega mengusirnya. Sesalku bertubi-tubi menghujani pikiranku.
Nama : Sulastri Gustina
Nim : 2007112085
Kelas : 6.C
Cerpen

Maaf Tak Sadar Aku Salah
Pagi yang indah bagi semua orang tapi tidak bagi ku, karena Dia menutupi masalahnya pada ku, tapi lambat laun dia akhirnya dia cerita juga. Dia memang orang yang tertutup, bahkan sangat tertutup, tetapi aku bisa sedikit masuk lewat pintu hatinya yang sedikit renggang. Walau susah akhirnya dia mau menceritakan masalahnya kepadaku, dan meminta aku merahasiakan hal itu.
“Kamu malu ya?” tanyaku waktu itu.
“Tidak. Aku tidak malu, aku cuma tidak mau dikasihani orang lain dan diberi perhatian khusus, aku ingin biasa saja.” Jawabnya dengan wajah tak bergeming. “Aku masih bisa hidup walau bagaimanapun caranya.”
“Iya, tenang aja aku pasti menyimpan rahasia ini.” Aku mencoba untuk mengerti dia.
“Terima kasih, Yun,” katanya lagi. Aku hanya mengangguk. “Tapi kenapa kamu sering tidak masuk sekolah?”
“Aku tidak semangat ke sekolah.”
“Tidak semangat? Seharusnya kamu itu semangat ke sekolah. Siapa tahu kekosonganmu akan terisi dengan adanya kegiatan-kegiatan di sekolah.”
“Entahlah.” Dia melenguh. Tidak ada yang bicara lagi. Bel tanda waktu istirahat selesai berbunyi. Semua kembali ke kelas. Aku duduk di tempat dudukku.
***
Tak terasa sudah enam bulan aku duduk di kelas XI, waktu pembagian rapor pun tiba. Tapi satu orang yang tidak datang mengambil rapor, yaitu Randi. Apa anak itu masih natalan? Pikirku. Padahal aku sudah memberi tahu dia bahwa hari ini pembagian rapor.Ternyata dia tidak juga datang.
“Le, Randi ke mana sih?” Tanyaku kepada Hadi setelah selesai pembagian rapor.
“Nggak tau, sejak dua hari kebelakangan ‘ni HP-nya tidak aktif. Aku takut terjadi apa-apa aja sama dia.”
“Maksud kamu?”
“Iyalah, kemaren katanya dia sakit, jadi takut aja ada apa-apa.”
Aku tidak menjawab lagi, pikiranku hanyut entah ke mana. Ada apa lagi dengan Randi? Apa dia baik-baik saja? Di mana dia sekarang? Apakah dia sudah pulang dari rumah neneknya? Berbagai pertanyaan berlomba-lomba masuk ke benak ku. Sayangnya, satu pun tidak terjawab. Pikiranku berkecamuk.
Libur semester ganjil telah usai. Semua siswa kembali ke sekolah. Ada dengan wajah gembira, ada juga dengan wajah kusut, mungkin belum puas mengokol di tempat tidur. Sedangkan aku sangat senang kembali ke sekolah apalagi hari senin ini kami akan diberi sarapan pagi yang enak, sarapan Fisika. Mata pelajaran yang sangat aku sukai di kelas XI, dan aku ingin sekali bertemu dengan Randi, ingin tahu keadaannya. Dan ingin melihat keceriaan sebenar di wajahnya bukan kepura-puraan yang selalu disebarkannya.
Tetapi hari ini masih juga belum aku temukan sesosok Randi di dalam kelas. Mataku liar memandang seluruh penjuru sekolah, tidak juga kutemukan. Dia memang tak datang lagi. Sudah dua minggu berlalu, Randi belum juga tampak.
“Le, tahu nggak di mana Randi? Sudah dua minggu belum masuk juga. Biasanyakan kamu selalu sms-an ma dia.”
“Tidak. Udah lama aku tidak menghubungi dia. Kamu ke-napa sih, Wit, nanya Randi mulu?”
“Nggak apa-apa sih, aku ‘kan sekretaris, jadi aku harus tahu keterangan setiap siswa yang tidak hadir.” Jawabku sekenanya.
Ada keraguan di wajah Hadi. Aku tak peduli. Jam pelajaran ke empat telah berlangsung selama satu jam pelajaran, Kepsek masuk ke kelas kami. Semua diam. Kepsek yang satu ini memang ditakuti semua siswa, tapi tidak untukku. Aku hanya segan kepadanya.
“Randi sudah masuk?” tanyanya tegas.
“Belum, Buk!” Jawab kami serentak.
“Ke mana dia?”
Aku mengacungkan tangan agar tidak terjadi kekecohan. Kepsek memandang ke arahku meminta jawaban.
“Tidak tahu, Buk, karena dia tidak tinggal di rumahnya.” Jawabku.
“Orang tuanya?”
“Katanya mereka sudah berpisah dan tidak tinggal bersama lagi.”
“Pendidikan itu penting untuk masa depan, jadi jangan menyia-nyiakan pendidikan selama ada kesempatan.” Nasehatnya kepada kami. Dia pun berlalu. Ica dan Viky memandangku dengan tatapan tajam.
“Kenapa?” Tanyaku heran.
“Mengapa kamu membuka rahasia Randi?” Tanya Viky. “Kalau dia tahu kami pun akan dipersalahkannya.” Sambungnya.
Lama aku berfikir rahasia mana yang aku buka,baru aku ingat dengan perkataanku kepada Kepsek tadi, “berpisah.”
“Ya Tuhan, aku lupa. Sumpah! aku tak sengaja dan sama sekali tidak berniat membuka hal itu. Maafkan aku, sungguh aku tak sengaja.” Kataku menyesal. Selain aku, Ica dan Viky juga tahu masalah Randi.
“Kenapa kamu minta maaf kepada kami, minta maaflah kepada Randi.” Kata Viky.
Mulai saat itu hatiku sungguh resah, rasa bersalah terus menghantui. Mau minta maaf, aku tidak tahu Randi ada di mana sekarang. Aku takut dia membenci aku. Aku tak mau menambah satu orang lagi yang membenci aku, seperti Yuda dan Ramdan. Sudah banyak kali aku SMS Randi tapi tidak ada balasan. Perasaan bersalah ini benar-benar mendera.
***
Langkahnya gontai, menunduk, terkeseng-keseng. Sudah dua minggu dia tidak muncul, baru sekarang menampakkan hidungnya. Mungkin anginnya mulai membaik. Dia langsung menuju tempat duduknya di ujung sudut kelas. Masih menunduk. Entah apa dalam pikirannya, semua tidak tahu. Memang orang lain tak peduli dengannya, mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Hanya aku dan Hadi yang selalu bertanya keadaannya. Sebenarnya dari pertama aku melihat Rani di rumah temanku, aku sudah mulai ingin tahu tentangnya. Apa yang menarik tentangnya aku tak tahu, yang aku tahu dia tengah sendiri. Dan aku telah menghancurkan kepercayaan yang diberikannya.
Tiga hari telah berlalu perasaan takutku masih mencengkam, terus mengalahkan keberanianku untuk berbicara langsung dengan Randi. Menjelaskan semua tapi untuk bertemu dengannya saja aku takut, takut sekali. Apalagi sejak dia masuk ke sekolah tidak pernah sekalipun dia menegur bahkan melihatku. Sampai guru Bahasa Indonesia masuk ke kelas.
“Hari ini Bapak ingin kalian semua untuk menulis pengalaman masing-masing.” Pak Santoso membuka pertemuan kali ini. “Tapi Bapak mau satu orang ke depan untuk menceritakan pengalamannya.”
Hening. Semua bungkam. Tidak ada yang bersuara. Kelas yang aku duduki sekarang memang seperti itu, bila disuruh bicara dia diam tapi bila disuruh diam dia bicara. Sungguh memuakkan. Aku mengangkat tangan.
“Baiklah, Yuni maju ke depan.” Aku melangkah ke depan kelas. Ada rasa gentar juga ditatapi oleh tiga puluh pasang mata.
“Ayahku meninggal dunia ketika aku masiah terlalu kecil,” kataku mengawali cerita. Tidak ada yang bersuara. Randi tidak melihat ke arahku, dia masih menunduk.
“Ibu yang telah membesarkan kami anak-anaknya. Ketika aku di SD aku tidak pernah merasakan yanng namanya seragam baru. Semua bekas. Aku tidak pernah mengeluh, yang penting aku bisa sekolah. Di SMP aku membiayai sekolahkku sendiri dengan bantuan beasiswa untuk siswa yang berprestasi. Begitu juga di SMA. Aku selalu ditinggal sendiri di rumah, ibu dan kakak sering pergi. Ibu selalu berkata bahwa aku memang dibiarkan belajar hidup mandiri. Walaupun aku tidak makan, tapi aku harus sekolah. Itulah yang selama ini aku pertahankan. Masalah? Memang harus dimiliki oleh setiap insan agar bisa mengembang pola pikir kita. Kalau masalah keluarga, aku rasa keluargaku yang paling parah, kecoh. Setiap hari pasti ada pertengkaran, adu mulut, menangis. Sepertinya bagi mereka tiada hari tanpa bertengkar. Kadang aku berpikir untuk pergi dari rumah dan kota ini. Tapi ketika aku berpikir ulang, kalau aku pergi maka sekolahku akan terbengkalai, dan perjalananku sejauh ini akan sia-sia. Makanya aku masih bertahan sampai detik ini.”
Aku menutup cerita. Aku kembali ke bangku. Sebenarnya aku ingin Randi sadar bahwa hidup ini memang susah, tapi harus dihadapi dan dijalani, karena di setiap langkah kita selalu disirami dengan kasih sayang yang abadi yaitu kasih sayang Tuhan. Bagi aku, kenyataan itu pengajaran. Belajar menghadapi kenyataan berarti belajar menikmati kehidupan. Kalau bagi orang lain hanya dua kata yang ingin aku ucapkan, “pata nehi.”***
Nama : Sulastri Gustina
Nim : 2007 112 085
Kelas : 6.C

CERPEN


Dilema Seorang Pemain Cinta

Malam yang dingin yang begitu hening, tanpa adanya suara jangkrik yang biasanya meramaikan suasana malam, duduk Sassy seorang diri, yang terlarut dalam lamunannya. Sassy seorang gadis yang baik, manis,cantik, berambut panjang, yang mempunyai lesung pipi di kedua pipinya. Sassy sangat ramah, lirikan matanya membuat pria banyak tergoda padanya. Sassy sekarang kuliah disalah satu Universitas di Palembang, sekarang dia semester 6. Dia mempunyai banyak temen-temen yang baik padanya, ada Heny, Emi, Ira, Yuni, Erna, Rika, Srie, dan amel mereka sering berbagi curhat dengan Sassy dan masih banyak lagi teman-teman sassy yang lainnya.
Suatu hari ketika sassy sedang dalam perjalanan pergi kuliah dia menerima telepon dari seseorang yang tak dikenalnya yang mengajaknya berkenalan, namanya Farel.
Hai… Sassy
Boleh kenalan gak???
Masih ingat gak sama aku…. Farel

Ooww… Farel
Iya…. Masih ingat
Yang tadi malam kan, yang minta numb HP aku di Facebook…???

Iya.. benar…
Lagi mau kekampus yah??

Iya.. ini lagi dijalan…

Hati-hati yah sassy my sweety…

Iya…. Makasih..


Berawal dari Facebook Sassy berkenalan dengan Farel, setelah teleponan tadi Sassy dan Farel sama-sama penasaran, ingin bertemu secara langsung, kalau dalam bahasa Facebook nya Coffe Darat. Mereka merencanakan ketemuan besok, karena besok Sassy kuliah sampe malam, jadi pas pulang Sassy bisa bertemu dengan Farel.
Tiba saat malamnya, setelah selesai kuliah, sassy pun ke kost’an Heny karena disana mereka janji ketemuan sekitar jam 18.30 WIB…..
Tak lama Sassy menunggu, akhirnya Farel datang, mereka pun saling bersalaman tangan dan Sassy pun tak lupa mengenalkan Farel sama Heny, dan mereka pun pamit pulang sama Heny karena mereka ingin jalan-jalan setelah itu baru mengantar Sassy pulang kerumah.

Saat jalan-jalan Farel menyatakan kalau dia suka sama Sassy saat pandangan pertama dan Sassy pun juga bilang kalau dia juga menyukai Farel, secara lah kalau ngeliat cowok keren dikit dah mulai tuh langsung bilang suka… pa lagi cowoknya yang ngomong duluan, gak mau lah sia-sia’in kesempatan tanpa mikir lagi, kalau dah punya pacar….
Tak lama kemudian mereka pun pulang….

Setelah tiga hari dari pertemuan itu, mereka pun pacaran, mereka kembali bertemu dikost’an Heny, dan jalan-jalan lagi, mereka jalan-jalan ke Danau Opi, melihat pemandangan danau yang indah menambah suasana jadi romantis, mereka sama-sama saling menyayangi….
Walaupun saling kenal melalui Facebook mereka pun sudah sama-sama saling merasakan cinta…..
Setelah pulang jalan-jalan, saat Sassy beranjak mau tidur terdengar HP nya berbunyi, dengan mata yang sayu karena ngantuk, Sassy pun mengambil HP nya yang ada di meja belajar, saat dilihat nya ada panggilan masuk dari Aldo….. Tapi Sassy tak menjawab telepon itu, beberapa kali teleponnya berbunyi tapi tak juga Sassy jawab telepon dari Aldo…. Dan Sassy pun teringat kembali akan Aldo dan kenangan-kenangannya bersama Aldo, dia pun merindukan sosok Aldo yang masih menjadi pacarnya itu.
Sassy sedang larut dalam lamunannya, tiba-tiba HP nya berbunyi lagi ada pesan masuk di HP nya, saat dilihat nya sms dari Aldo…

Sayang…. Pa kabar??
Maaf sayang kalau aku udah dua minggu gak ngasih kabar,
Hp aku hilang di jambret orang, aku lupa numb Hp sayang yang baru ini…
Ini ajah aku dapat dari Yuni…
Maafin aku yah sayang….
Aku sangat menyayangi mu
I LOVE YOU
Met bobok Sayang…Mimpi indah….


Saat membaca sms dari Aldo tadi Sassy menyadari bahwa dirinya telah salah menjalin cinta dengan Farel karena dia masih berpacaran sama Aldo, dia kira Aldo telah pergi meninggalkannya dan melupakan saja tentang dia, memang dua minggu yang lalu Aldo bilang kalau dia sedang sibuk mengerjakan tugas kuliahnya, tapi bagaimana dia sudah terlanjur sayang sama Farel.
Suatu hari ketika Sassy sedang janjian bertemu Aldo dikampus,sedang duduk-duduk dikampus, datang juga Farel yang berniat untuk menjemput Sassy pulang kuliah…. Betapa terkejutnya Farel pun menghampiri mereka dan berkata….
Sayang ini siapa???
Betapa terkejutnya Aldo yang sedari tadi duduk asyik bersama Sassy, mendengar perkataan Farel barusan…..

Sassy pun tak menjawab hanya diam saja, karena Sassy tau kalau dia salah….

Aldo pun menjawab….
Aku pacarnya Sassy…..!!!
Kamu siapa???

Farel pun menjawab….
Aku pacarnya Sassy…!!!

Mereka pun terkejut dan meminta Sassy untuk menjelaskan semua ini…
Sassy pun hanya diam dan menangis….
Tak lama kemudian Sassy pun menjawab dan menjelaskan semuanya…
Sassy pun menjelaskan kalau dia lebih dulu pacaran dengan Farel baru tiga minggu dan Sassy menjelaskan kalau kenal dengan Farel dari Facebook…
Dan Sassy pun menjelaskan pada Farel kalau Aldo ini pacar Sassy dan sudah pacaran dengan Aldo sudah dua tahun…

Farel dan Aldo pun menyuruh sassy untuk memilih siapa yang benar-benar dia cintai. Sassy tak bisa menjawab dan dia meminta waktu satu minggu….
Aldo dan Farel memberi Sassy waktu…

Tiap hari Sassy selalu memikirkan masalahnya ini, siapa yang akan dia pilih melamun dan melamun saja Sassy tiap hari…. Sampai tiba saatnya dia harus memilih….
Dan mereka bertiga bertemu di Danau Opi…
Dan disana dengan tegasnya Sassy menyatakan pilihannya kepada Aldo, karena Aldo kekasihnya yang telah dua tahun ini dia pacari….. Dia pun meminta maaf dengan Farel, tak ada sedikitpun untuk menyakiti Farel dan Aldo…. Dia tau kalau dia telah salah jatuh cinta pada oranf lain sedangkan dia telah mempunyai pacar, walaupun pada saat itu gak ada komunikasi dengannya…

Farel pun memaafkan Sassy dan berharap Sassy bahagia dengan pilihannya…
Farel bisa menerima semua ini dengan lapang dada….
Sassy pun berjanji pada Aldo tidak akan mengulangi lagi kesalahannya…
Sassy pun sadar kalau dia sangat mencintai Aldo…

Sassy dan Aldo berjanji saling SETIA…. ^_^
Nama : Sulastri Gustina
Nim : 2007 112 085
Kelas : 6.C

Puisi


Lingkungan Ku


Alam yang indah terbentang hijau
Ciptaan Yang Maha Kuasa
Pohon-pohon yang rindang dan hijau
Membuat hati damai melihatnya
Merasakan sejuknya tiupan angin sepoi-sepoi
Sungguh panorama alam yang indah
Lingkungan ASRI yang nyaman
Yang membawa kedamaian hati
Keindahan alam ini jangan pernah sirna
Kita harus menjaga kedamaian, kesejukan, dan kebersihan alam
Agar kelak di hari tua nanti kita tetap bisa menikmatinya
Oohhh…. Lingkungan ku yang indah dan sejuk….
Nama : Sulastri Gustina
Nim : 2007 112 085
Kelas : 6.C

puisi

Kau Membuat ku Berarti


Tahu kah kamu semalam tadi aku mengingat mu
Mengingat indahnya kenangan kita selama ini
Tahu kah kamu bahwa kau sangat berarti bagi ku
Kau begitu indah, begitu sempurna dimata ku
Senyum mu, tatapan mata mu, tutur kata mu membuat aku rindu
Aku tak hanya meyakinkan diri ku
Tapi ku juga selalu menjaga hati mu
Tak seharusnya engkau pertanyakan cinta
Karna sesungguhnya kau yang selalu… membuat ku berarti
Kau adalah motivasi dalam hidup ku
Pemberi semangat pada ku dalam meniti hidup ini
Kau kasih ku yang sempurna, selamanya kan tetap dihati……….
Nama : Sulastri Gustina
Nim : 2007 112 085
Kelas : 6.C

Puisi
Maafkan Aku


Saat-saat indah bersama mu begitu indah
Saat-saat bersamanya juga begitu indah
Oohh….. Dilemanya hati ini
Andai saja waktu itu, ku tak jumpa dirinya
Mungkin semua takkan seperti ini
Diri mu dan dirinya kini, ada di hati ku
Membawa aku dalam kehancuran……
Maafkan aku menduakan cinta mu
Berat rasa hati ku, tinggalkan dirinya
Aku bingung, harus bagaimana
Menjalani semua ini
Aku dilema dalam kesendirian ku
Maaf kan lah diri ku
Sepenuh hati mu
Seandainya bila ku bisa mememilih…….
Nama : Sulastri Gustina
Nim : 2007 112 085
Kelas : 6.C

Puisi

Selalu Mengalah


Tau kah kau betapa aku sangat menyayangi mu
Kau juga bilang pada ku kalau kau juga mencintai ku
Tapi mengapa disaat ada pertengkaran diantara kita
Selalu dan selalu aku yang mengalah
Kadang terpikir di benak ku, apakah kau mencintai ku??
Kalau kau mencintai ku, tetapi mengapa kau selalu membuat ku marah
Kau selalu mengulangi kesalahan yang sama, lagi, lagi, dan lagi…….
Jenuh aku dengan semua tingkah mu
Tak ada masalah lain diantara kita, selain masalah ke egoisan mu
Kau begitu ku sayang……. Begitu ku cinta
Di hati ku hanya ada kamu seorang kasih
Jadi apa pun kesalahan mu selalu aku maafkan, selalu aku mengalah……..
KATAKANLAH
By: Yuni leswita

“Uh cpek juga yah”
Melelahkan sekali hari ini sudah beberapa hari ini kerja lebur terus belum lagu tu anak satu Raka tukang usil, suka bikin kesel, tukang onar, nyebelin banget deh pokoknya.(kata Reta dalam hati). Tak lama kemudian Reta pun terlelap dalam tidurnya.
Pagi harinya, ibu Reta membuka gorden kamar Reta, sambil membangunkan Reta.
“Re bangun dah pagi kamu kan hari ini mo kerja”, ibu membangunkan Reta dari tidurnya.
“ ah ibu, masih tanggung bu, masih capek”, Reta menjawab dengan menutup kembali selimutnya sampai kemuka.
ibu Reta berlalu, dan keluar kamar, tuk menyipakan sarapan pagi
Reta hari ini kesiangan ke kantor, karena setalah dibangunkan ibu, Reta ternyata tidur lagi, di kantor Reta bertemu Raka, Si tukang nyebelin tuakang usil. Reta kesel, kenapa dia harus bertemu terus dengan Raka. Gimana g ketemu satu kantor satu profesi, setiap hari kerja bareng.
Reta dan Raka adalah arsitek, setiap hari kerjanya mengambar dan membuat miniatur. Kebetulan sekarang Reta dan Raka ada job membuat miniatur taman kota Palembang dan harus diselaikan dalam waktu dekat. Capek memang tapi ada rasa kebanggaan tersendiri kalau sudah menyelasaikan tugas itu. Dalam masalah pkerjaan Reta dan Raka bisa bekerja secara professional dan dapat bekerja sama, tetapi tidak di luar pekerjaan, setiap hari kerjanya berantem melulu. Apa g’ capek coba.
Sewaktu Reta mo pulang kerja, Raka memanggil.
“Re, lo mau pulang”
“iya emang kenapa” Reta menjwab.
“enak ja lo pulang gitu ja, kita nie masih da kerjaan yang harus diselesaikan, besok nthu bos mau periksa kerjaan kita selama ni”
“ apa g’ bisa besok ja Ka, gw cpek banget, yah please”.
“enak ja lho bilang, ni kerjaan tanggung jawab kita berdua, jd lo jangan pulang dulu”.
Reta memutuskan tidak jadi pulang, dan menyelesaikan miniaur yang mereka buat, hari sudah mulai larut dan pekerjaannya belum selesai juga. Perut Reta sudah mulai memanggil, dari tadi Cuma diisi air ja. Raka masih sibuk merangkai-rangkai miniature mana yang pas dan yang cocok. Ternaya kalau dipandang-pandang raka ganteng juga yah(Reta tersenyum-senyum sendiri).
“ eh lo sudah gila ya, dari tadi gw perhatiin ketawa melulu, dari pada lo ketawa-ketawa mending lo buatin gw minum ja, minum gw dah abis nie”
“enak ja emang gw pembantu lho, bikin sediri, gw g’ mo”
“pelit amat sie jadi orang”
“biarin wekkkkkkk”.
Akhirnya selesai juga, tetapi hari sudah menunjukan pukul 10 malam, Reta dan Raka memutuskan untuk pulang, karena sudah terlalu capek dan lelah Reta dan Raka pun pulang kerumah masing-masing.
Meskipun pekerjaan sudh selesai Reta tetap ke kantor, karena masih banyak pekerjaan yang lain menunggu, karena masih telalu capek jadi hari ini Reta izin tidak masuk kantor dia inggin memulihkan tenaganya dulu baru kerja lagi. Hari ini Reta memutuskan untuk berlibur bersama keluarganya. Meskipun cuam cuti 2 hari, Reta memanfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya tuk berlibur. Selama ni Reta selalu sbuk di kantor tanpa memkirkan bahwa tubuhnya juga butuh istrahat.
Sudah waktunya bekerja lagi, Reta bangun pagi-pagi sekali karena dia tidak mau terlambat, memulai rutinitas seperti biasa. Bekerja lagi dengan penuh semangat yang baru.
Sewaktu sampai di tempat parkiran tempat kantor Reta, tiba-tiba ada mobil yang menyerobot tempat yang akan Reta pakai untuk memarkir mobilnya.
“ sialan, siapa sie ni orang, g’ tau apa gw yang duluan”
Raka turun dari mobilnya dengan gaya sok cool dan menjengkelakan dan tertawa.
“Rakaaaaaa….itu tempat gw, lo parkir tempat laen”
Raka berlalu begitu saja tanpa peduli dengan apa yang dikatakan Reta barusan,.
Dasar cowok g’ berprikemanuan, eh maksudnya berprikemanusian, amit-amit gw punya pacar kayak dia, gw sumpahi g ada cewek yang mau ama dia, baru satu hari gw masuk udah mau ngajak berantem, kapan sih tu anak tobatnya, gw sudah g sabar dengan sifat dia yang jahil n super ngeselin ini,(komat-kamit Re dalam hati).
“Ya Allah beri hambamu kekuatan tuk menghadapi semua ini, amin”.
Seperti biasa Raka selalu bikin onar, waktu Re lagi shalat Dzuhur di mushola, Raka menggambil sepatu Re dan di buang di tong sampah. Re mencari sepatunya yang hilang tapi tidak ketemu, Re sudah tidak sabar lagi, kali ini dia marah benar dengan Raka, Raka sudah keterlaluan banget, baru satu hari Gw kerja sudah dua kali dia bikin olah. Apa si yang dia ingginkan dari gw,selama ini gw g’ perah buat masalah denag dia. Kali ini Reta g’ mo lagi maafin Raka dan Raka tidak pernah disapa Re lagi, Re sudah terlanjur marah.
Raka menyesal atas apa yang dilakukannya selama ni, sebenarnya itu Cuma cara Raka untuk menggambil perhatian Re, Raka sebenarnya cinta dengan Re. Tapi ternayat apa yang dilakukan Raka selama ni salah sekarang Raka dimusuhi Re, Raka sudah coba untuk minta maaf tetapi tidak pernah dipedulikan Re. Raka sengaja membuntuti Re ke dapur dengan harapan Re mau diajak bicara.
“ Re gw mo bicara sama lo?”
“ bicara ja emang ada yang melarang yah?”
:gw serius Re gw mo minta maaf, malam ini gw tunggu lo di cafe tempat biasa kita makan, gw bakal tunggu lo sampai lo dateng”.
Re berlalu, pura-pura g’ denger, dan pergi begitu saja. Pulang kerja Re langsung pulang ke rumah, Re lupa bahwa tadi Raka ngajak dia ketemu, Re melihat jam di dinding sudah menunjukan jam 10 malam, Re berlari keluar menuju garasi mobil daan mengeluarkan mobilnya, tanpa sadar Re pergi memakai baju tidur, di mobil Re baru sadar bahwa dia memakai baju tidur.
“ astaga gw sudah gila pa, kok gw ke cafe pakek baju tidur si, tapi g’ papalah, Raka pasti sudah lama menunggu”.
Re memarkir mobilnya, dan masuk kafe mencari-cari Raka, akhirnya bertemu juga.
“ eh lo sudah gila yah, ni sudah jam berapa, mo pa lo nyuruh gw kesini, mo pa lagi, mo biking w marah lagi, belum puas lo nyakiti hati gw”. Tanpa ada titik koma lagi Re ngomong.
“ duduk dulu Re, gw mo serius bicara ma lo, yang pertama gw mo minta maaf atas ulah dan kesalahan gw selama ini, dan yang ke dua gw mau bilang bahwa gw suka lo gw cinta lo Re”.
Re diam seribu bahasa setelah mendengar apa yang barusan diucapkan Raka, Re menepuk keduda pipinya, apa gw mimpi yah, g mungkin ini nyata. Re mencubit pipi Raka, g’ ni bukan mimpi ini memang benar nyata.
“ apa Ka? Gw g’ salah dengar kan?”
“ ya Re gw suka ma lo”
“ jadi apa maksud lo selama ini, g’ mungki lo suka ma gw, bukannya lo lebih suka buat gw marah, bkin gw kesel”
“Re tatap mata gw, emang ada kebohongan apa dimata gw, gw selama ni suka bikin lo kesel itu Cuma asalan gw tuk mendapatkan perhatian lo ja Re, gw serius gw cinta ma lo, gw sudah g’ tahan memendam perasaan ini selama 2 tahun ini Re”.
Re binggung mau ngapain, Re jadi salah tingkah, g mungkin Raka suka sama gw, dia kan ganteng, pinter, banyak cewek lain yang lebih pantas tuk mendapatkan dia dan itu bukan gw. Gw juga sebenernya suka sama Raka, tapi gw sadar gw g’ sebanding dengan Raka. Re masih g’ percaya, dan Re tidak menjawab apa-apa dari tadi Cuma diam seribu bahasa.
“ Re gw lagi ngomong ma lo, lo mau kan jadi pacar gw”
“ Ka apa lo g’ salah orang, gw g’ pantas buat lo Ka, gw ni g’ sebanding dengan lo”
“ Re gw g” main-main dengan perasaan gw, gw sayang malo”
“ jujur Ka, gw juga suka ma lo, tp gw masih g percaya ja”
“ jadi diterima ni”
“ siapa bilang diterima, gw belum yakin sama lo, cz selama ni lo kan Cuma bisa biking w kesel ja”
“ jadi pa yang harus gw lakukan agar lo terima cinta gw”
“ lo harus ngomong besar-besar di cafĂ© ini, bahwa lo suka gw, baru gw percaya”
“ oce, kalau itu yang lo mau, dengan suara lantang Raka mengucapkan RE……
Gw….. cinta…… lo”.
“Re tertawa, sambil menganggukan kepalanya tandanya dia terima cinta Raka”.
Setelah malam itu Re dan Raka tidak pernah berantem lagi, karena sekarang mereka sudah pacaran, tidak ada yang percaya bahwa Re dan Raka bisa jadian, karena selama ini Re dan Raka ibarat anjing dang kucing yang tidak pernah akur. Raka akhirnya lega bahwa dia suka mengkatakan apa yang harus dia katakana, jadi cinta itu tidah harus dipendam siapa tau orang yang kita suka juga suka sama kita.
SENYUM TERINDAHKU
By: Yuni Leswita

Saat bersama semua tak terasa
Walau makan seadanya
Walau tidur tak beralas apa-apa
Semua akan terasa lebih indah jika dilewati bersama

Semua terasa hangat
Canda yang menghanyutkan suasana

Sedi dibalut rasa gembira
Luka dibalut tawa
Semua jadi Satu

Tidak ada kebencian
Yang ada hanya kebahagian
Untukmu keluargaku tersayang
Kuberikan senyum teridahku
SUJUDKU
By: Yuni Leswita

Dalam keheningan malam
Ketika semua terlelap dalam alam mimpinya
Aku terbangun untuk membasuh mukaku
Dan menghadap kekasihKu

Aku rindu akan diriMu
Aku rindu akan belaianMu
Tak henti-hentinya aku menyebut namamu
Ya Rob, aku berlutut di hadapanmu

Aku tidak peduli dengan nikmat duniaMu
Aku hanya butuh diriMu selalu ada disisiku

Ya rob, dalam keheningan malam aku bersujud
Untuk mendapat rahmat dan ridhoMu
Amin.
v
RUMAHKU NERAKA BAGIKU
karya: Yuni Leswita

Namaku Angga, sekarang aku tercatat sebagai mahasiswa semester 2 di univeristas sriwijaya, jurusan teknik sipil. Aku mempunyai seorang adik cewek berumur 3 tahun, aku sangat sayang dengan adikku, tetapi aku sangat benci dengan papa dan mama ku, setiap hari selalu ku dengar papa dan mama berantem, apa g’ ada kerjaan lain selain berantem. Aku pusing dengan keadaan di rumahku. Terkadang aku tidak pulang ke rumah karena aku tidak inggin mendengar perang dunia ke-3 yang selalu terjadi di rumah, aku g tau apa tau apa yang mereka perebutkan. Papa bekerja di kantor suasta sebagai direktur, dan mama seorang wanita karir yang selalu sibuk dengan pekerjaannya dan arisan dengan teman-teman sekantornya.
Windi adikku yang perempuan besar dipembantuku, karena mama tidak pernah mengurusnya, dari kecil semenjak lahir bibi lah yang mengurus Windi, tak heran Windi lebih dekat dengan bibi daripada mama. Windi terkadang menanggis kalau mama mengambilnya dari bibi tuk diajak pergi, Windi merasa bibi lah ibu yang melahirkan dia, bukan mama. Saking sibuknya mama anak sendiri tidak mengenalinya.
Pagi-pagi suasana rumah begitu sepi tenyata, papa g pulang semalem, mama sudah berangkat ke kantor, aku sarapan bersama Windi. Aku heran kenapa keluargaku g pernah akur dan selalu ja terjadi pertengkaran. Terkadang aku iri dengan temanku Rendi meskipun dia dari keluarga yang sederhana tetapi keluarganya selalu damai dan tentram.
Apa semua orang kaya hidupnya kaya di rumahku yah, g juga sih, banyak buktinya orang kaya tapi hidupnya aman-aman saja. Ah aku g peduli terserah apa yang diingginkan oarng tuaku, lagian mereka tidak pernag memikirkan kami, mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri, yang dipikirkannya hanya pekerjaan-pekerjaan. Aku pusing dengan semuanya. Tapi aku masih ada harapan dari keluargaku yaitu adik kecilku Windi yang selalu ada bersama ku. Hari ini aku pulang malam, sesampai di rumah seperti biasa terasa sepi, aku menanyakan mama dan papa ke pada bibi.
“ bik, papa belum pulang?????”
“ belum den”
“ mama juga yah bik?”
“ tadi mama telfon katanya ada arisan malam ini jadi mama pulang terlambat”
“ oughhhh ada arisan yah, apa ada arisan sampei malam gini bik?”
“ bibi g tau den”.
Sebelum tidur aku selalu mengajak Windi bermain dulu, karena Windi pasti butuh teman bermain, aku kasian sama adik ku satu ini, seharusnya dia di urus oleh mama, tetapi malah di urus pembantu, jam di dinding menunjukan pukul 11 malam tak lama kemudian ada mobil yang dating, tenyata papa sudah pulang. Papa langsung ke kamarnya, selalu begitu tidak pernah mau tau tentang urusan ku. Tetapi mala mini papa mengetuk pintu kamarku’
“ Ngga, Angga, belum tidur?”
“ belum pa, masih ngerjain tugas”,
“Windi sudah tidur yah”
“ sudah pa”
“ mama mana kok belum pulang”
“ Angga g tau, telfon ja,”
Papa berlalu dari balik pintu, aku tidak membukakan pintu karena aku merasa jijik dengan kedua orang tuaku, walaupun aku lahir dari mereka tapi aku tetap benci kepada mereka. Aku tak tau mengapa aku begitu membenci kedua orang tuaku. Tak lama kemudian mama pulang, dan yang membukakan pintu adalah papa.
“ jam segini baru pulang, dari mana aja ma?”
“ arisan pa, papa sudah lama pulang”
“ mama seharusnya mama itu mengurus anak-anak, bukan keluyuran, pulang malam-malam, papa susah payah cari uang untuk kalian tetapi mama begini kelakuannya di belakang papa, mulai besok mama g usah kerja lagi, biar papa saja yang cari uang, kan kasian sama windi yang masih kecil”
“ g’ bisa gitu, sebelum kita menikah papa sudah janji pada mama, mama boleh bekerja walaupun sudah menikah, sekarang papa meminta mama untuk berhenti, tidak bisa, mama susah payah membangun karir mama, mulai dari nol pa”
“ terserah, yang papa tau mulai besok mama tidak boleh kerja lagi. Titik.”
Ya Allah hari sudah malam begini papa dan mama masih saja berantem, aku tidak bisa tidur sama sekali, apa mereka g malu tiap hari kerjaannya Cuma berantem aja. Besok paginya mama masih bekerja, padehal papa sudah bilang bahwa mama tidak boleh bekerja lagi, tapi begitulah mama, keras kepala, mentingin karir daripada anak. Papa membolehkan mama tetap kerja tapi dengan satu syarat bahwa mama tidah boleh pulang malam lagi.
Sudah seminggu aku tidak mendengar mama dan papa berantem, aku senang karena tidak ada perang dunia ke-3 yang akan ku dengar, beberapa hari ini Windi sudah mulai deket sengan mama, dan mama banyak meluangkan waktu untuk kami begitu juga dengan papa. Tapi Cuma seminggu itu aja aku rasakan kebahagian di rumahku, karena setelah itu mama mulai pulang malem lagi. Yang lebih menggagetkan aku tenyata mama berselingkuh dengan brondong. Aku benci dengan mama, apa sih kurangnya papa, kenapa mama mesti berselingkuh, yang lebih menyakitkan mama berselingkuh dengan Deni temanku satu SMA dulu. Papa sangat terpukul, merasa bersalah karena tidak bisa mejaga keluarga.
Papa binggung mau ngapain, sudah beberapa hari ini papa tidak kerja dan kerjaannya Cuma ngelamun aja, papa malu di kantor, karena orang satu kator papa sudah tau kalau mama selingkuh, papa merasa gagal menjadi seorang suami. Demi kebaikan bersama papa memutuskan untuk bercerai dengan mama. Aku mendukung atas apa yang dilakukan papa, karena kau benci dengan mama, wanita tidak tau diri. Akhirnya mama dan papa resmi bercerai. Aku dan Windi memutuskan untuk ikut bersama papa, karena aku tidak mau ikut bersama orang yang tidak punya akhlak. Mama diusir dari rumah, mama sters karena kehilangan semuanya, selain kehilangan keluarga, mama juga dipecat dari pekerjaannya, dan berondong yang berselingkuh dengan mama pergi begitu saja, karena brondong itu hanya memanfaatkan mama.
Lambat laun keadaan papa mulai membaik, dan hari ini papa mulai masuk kantor, aku senang karena papa bisa bangkit kembali menjadi orang yang lebih kuat dari sebelumnya. Sedangkan mama sekarang menjadi seorang gelandangan yang tidak terurus badannya, terkadang aku merasa kasian, tetapi terkadang aku merasa benci atas perbuatannya. Tapi sepentasnnya mama mendapatkan semua ini, karena semua berawal dari ulahnya sendiri.
MALAIKAT KECIL
By: Yuni Leswita

Semilir suara angin menerpa jilbabku yang merah, aku tersenyum memandang sungai musi yang begitu indah. Di atas sungai musi ada AMPERA yang begitu kokoh berdiri. Bising suara kendaran bermotor hilir mudik tak sedikitpun mengganguku untuk menikmati keindahan musi, Sungai kebanggan orang Palembang yang selalu dijaga kebersihannya.
Pagi ini aku duduk di pinggir sungai musi untuk menghirup udara segar, kebetulan hari ini aku tidak kuliah, aku kuliah di universitas PGRI. Ternyata pagi hari tak mengurungkan niat orang tuk mengunjungi musi, pagi-pagi sudah banyak orang yang datang, ada yang memancing ada yang berjualan ada juga yang sengaja Cuma untuk menikmati keindahan sungai musi, begitu juga dengan aku. Baru sebentar aku duduk ada seorang anak kecil mendekati ku. Dia membawa alat music kesayangannya dengan tidak ragu dia memetiknya dengan penuh semangat dan benyanyi dengan riang.
Aku terkesimah mendengar dia bernyanyi, ternyata suaranya begitu indah. Akupun memintanya utuk benyanyi lagi dengan lagu yang kuinggginkan.
“ dek, kakak boleh reques g’”
“ mau lagu apa kak”
“aishiteru bisa”
“ya kak”
Diapun mulai menyanyikan lagu yang ku maksud, dengan memetik gitar kecilnya.
“ walau raga kita terpisah jauh,
namun hati kita slalu dekat,
bila kau rindu pejamkan matamu,
dan rasakan a….a..aku..”
Aku tersenyum setelah dia menyanyikan lagu itu, akupun memberi uang sepuluh ribu kepada adik kecil itu. Dia langsung pergi setelah aku memberi uang itu. Hari sudah mulai siang, matahari sudah menampakan kegarangannya, tetapi aku belum juga beranjak dari pinggir musi. G’ lama kemudian adik kecil itu lewat di dekatku. Ternyata dia belum pulang, apa dia tidak sekolah yah, kan dia masih kecil, biasanya jam segini anak SD belum pulang sekolah.
“ dek belum pulang”
“ belum kak, bentar lagi, kakak kok belum pulang?”
“ yah kakak masih pengen di sini, adek g’ sekolah?”
“ sekolah, tapi masuk siang kak”.
Adik kecil itu duduk di dekatku dan kami mulai berbincang-bincang, dan aku banyak bertanya kepadanya, tenyata adik kecil ini usianya 8 tahun dia baru kelas 2 SD, banyak yang kami perbincangkan, dia tidak segan berbagi cerita kepadaku. Ternaya dia mengamen untuk membiayai sekolahnya, dia dari keluarga yang kurang mampu, karena ayahnya sudah meninggal dan ibunya hanya seorang buruh tukang cuci yang pendapatnya tidak menentu. Dia 3 bersaudara kakak tertuanya kelas 2 SMA, dan adiknya masih kecil berumur 1 tahun. Mengamen bukanlah perkerjaan yang tidak terhormat, Karen a kita bukan meminta-minta tetapi kita menjual suara kita.
Aku sedih melihat anak sekecil ini sudah bisa mencari uang untuk membiayai sekolah dan membantu menopang ekonomi keluarga, anak seusianya pantasnya bermain dengan teman-temannya, tapi itulah hidup, kita tidak bisa membayangkan, beruntunglah bagi kita dari keluarga yang berkcukupan. Masih banyak anak-anak yang malang, yang sepantasnya dia menikmati pendidikan bukan mencari uang untuk keluarga. Tetpi sosok anak kecil ini tidak pernah mengeluh dengan apa yang dikerjakanya, karena dia menjalani dengan ikhlas.
“ hari ni dapat berapa dek”
“ Cuma 17 ribu kak, tapi lumayanlah tuk makan hari ini, kata ibu kita harus bersyukur atas apa yang kita dapat, apabila kita bersyukur atas nikmat yang diberi Allah, maka akan dilipat gandakan”.
Subhanallah anak sekecel ini sudah tau yang namanya bersyukur, sedangkan aku selama ini tidak pernah puas atas apa yang ku dapat, aku sedih aku teringat dengan ibu yang sering ku buat menanggis apabila tidak memberI apa yang ku mau. Ya Allah maafkan hambamu yang selama ini selalu kufur atas nikmat yang engkau beri.
Banyak pelajaran yang ku dapat hari ini dari seorang anak kecil, aku yang sudah berumur 20 tahun tetapi tidak pernah dewasa dalam meghadapi hidup.
“ dek kapan-kapan kakak boleh kan main ke tempat adik?”
“ boleh aja kak, tapi rumahnya saya Cuma gubuk kecil yang sudah peot dan tidak pantas dihuni”
“ g’ apa-apa yang penting hidup bahagia dan ada tempat untuk berteduh.
Setelah pertemuan tadi, yang pertama yang akan kulakukan di rumah adalah bersujud di kaki ibuku, karena selama ini aku sudah banyak bikin dosa. Aku akan menjadi anak yang lebih baik, dan akan berbakti pada orang tua.,dan tidak mengecewakan orang yang sayang padaku. Sesampai di rumah, aku mencari- cari ibuku, ibu kemana yah, kok g ada, g biasanya jam segini ibu pergi, akupun memanggil-manggil ibu.
“bu….ibu dimana?”
Tak lama kemudian terdengar suara dari luar, dan menjawab sautan panggilan aku.
“ kenapa, ibu dari rumah tetangga, adik dari mana kok baru pulang?”
Aku menanggis sambil memeluk ibu, dan mencium kedua pipinya, ibu binggung atas apa yang kulakukan, g seperti biasaya aku begini, aku anak yang periang,tidak pernah sedih, dan agak sedikit nakal+ jahil. Ibu mencoba menenangkan aku, tetapi aku tetap saja menanggis. Ibu mencoba mengajak aku berbicara.
“ adik kenapa nanggis, da masalah apa, cerita sama ibu”
“ hikzzz…. Hikzz…. Hikzzz….buk maafin adik yah sudah bandel selama ini, adik suka bikin ibu nanggis”
“kenapa, adik g salah, ibu sudah maafin semua kesalahan adik, ibu tau adik anak yang baik”
“ buk adik nyesel udah bandel selama ini, sudah bikin susah ibu”
“ g apa-apa, adik itu masih labil jadi masih berbuat sesuka hatinya, tapi adik tetap anak ibu yang baik, ibu tau dengan anak ibu”
Akupun menceritakan tentang apa yang kulakuka hari ini, dan tidak lupa juga aku menceritakan tentang sesosok anak kecil yang ku temui hari ini, dengan seksama ibu mendengarkan aku becerita. Setelah aku bercerita, gilira ibu sekarang yang bercerita, ibu juga menceritakan bahwa tadi dia dari rumahanya bi Darmi, ibu juga bercerita tetang anak bi Darmi yang bernama Ahmad, dia mendapatkan beasiswa karena mendapat juara umum. Bi Darmi adalah tukang cuci di rumahku, setelah ibu bercerita tentang Ahmad, aku baru tau Ahmat yang ibu maksud adalah anak yang ku temui tadi pagi, aku tidak mengira bahwa Ahmad anak yang pintar, aku kira anak-anak kayak Ahmad tidak begitu mengjhiraukan pendidikan, tenyata aku salah.
Aku sadar selama ini aku tidak pernah peduli dengan keadaan sekitarku, dan sekarang aku lebih mengerti tentang artinya hidup dan menghargai atas apa yang ku dapat, aku juga tau bagaimana susahnya mencari uang. Setidaknya aku lebih menghargai orang yang susah dan tidak memandang orang sebeleh mata.