Kamis, 03 Juni 2010

BANGKIT DI ATAS LUKA

( Erna Yuliana. AR )
N.P.M : 2007 112 061
UNIV. PGRI PALEMBANG

Kisah ini bisa dibilang dramatis, dan ini benar-benar terjadi. Sekolah itu…kelas itu… adalah awal mula cerita ini berlanjut hingga usia 6 tahun hubungan aku dengan Iyan. Iyan memang bukan laki-laki pertama yang mengisi hatiku, tapi aku merasa Iyan lah laki-laki pertama yang mengajarkan aku apa itu “Cinta” yang sesungguhnya. Pahit manisnya kami rasakan dan kami jalani bersama. Pertama kali aku mengenalnya tak ada sedikit pun rasa suka, apalagi cinta untuk Iyan, karena pada saat itu aku masih menjalin hubungan dengan laki-laki lain bernama Ichal yang tidak satu sekolah dengan ku, sedangkan Iyan saat itu sama statusnya dengan ku tercatat sebagai siswa kelas III di SMA tersebut hanya jurusan yang membedakan kami, aku jurusan IPA sedangkan Iyan anak jurusan IPS.
Dengan berbagai usaha Iyan mencoba mengetuk pintu hatiku dan berusaha untuk menjadi bagian di dalamnya. Awalnya aku tidak melihat sedikit pun kebaikan bahkan kelebihan di diri Iyan. Iyan bukan tipe cowok yang “Cool” (istilah anak muda sekarang artinya keren), juga bukan dari golongan tajir atau kaya, dia tidak menonjol di sekolah, bahkan Iyan adalah salah satu peserta daftar hitam dalam catatan di sekolah kami tersebut. Tak ada secuil pun minat di dalam hatiku untuk menerimanya sebagai pacar ku saat itu. Akan tetapi semakin hari Iyan semakin bisa melumpuhkan hatiku. Kebaikan, kesabaran, pengorbanan, keromantisannya, dan kekebalan mukanya alias “muka tembok” nya Iyan malah membuat aku jatuh hati padanya. Sampai pada akhirnya aku memutuskan dan memantapkan hati untuk menerima Iyan sebagai pacarku, mengingat hubunganku yang sudah tidak sehat lagi dengan Ichal. Aku putus dengan Ichal dan mulai menjalani hubunganku dengan Iyan walau terkadang aku masih sulit melupakan Ichal dari ingatanku, tapi aku tetap harus mampu melupakan Ichal demi Iyan yang ada dihadapanku sekarang, dan ternyata dengan berjalannya waktu aku berhasil menghapus Ichal dari ingatanku mengingat ketulusan dan perhatian Iyan yang sangat besar untukku.
Cinta semakin tumbuh diantara aku dan Iyan, tak sedikitpun masalah silih berganti yang kami jalani bersama dan tidak sedikit pula kenangan indah yang kami rasakan, sejak mengenal aku Iyan berubah menjadi sosok yang lebih baik dari dirinya yang pertama kali kukenal dulu. Iyan lebih rapi dalam berpakaian, lebih santun dalam bersikap, dan Iyan juga lebih giat datang ke sekolah (biasanya absen kelasnya yang selalu dipenuhi huruf “A” sekarang sudah tak nampak lagi kelihatan). Hingga akhirnya kami lulus dan pensiun dari SMA tersebut. Kelulusan itu terpaksa memisahkan kami, Iyan melanjutkan kuliah ke kota lain yang tak jauh dari kota tempat tinggalku, mungkin ± 2 jam jaraknya bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua ataupun roda empat. Sedangkan aku saat itu tidak melanjutkan kuliah karena keadaan ekonomi keluarga kami yang bisa dibilang pas-pasan, lagi pula aku tidak mau membebani Ibu yang tinggal seorang diri, karena Ayah sudah lebih dulu pergi meninggalkan kami menghadap yang Maha Kuasa. Ternyata takdir memutuskan aku bekerja menjadi salah satu pegawai swasta di salah satu kantor yang ada di Kotaku itu. Iyan pun tercatat sebagai salah satu mahasiswa Universitas swasta di Kota nya yang baru jurusan Management Ekonomi. Dan hubungan kami tetap berjalan mulus hingga berhasil memasuki usia 5 tahun mulai dari SMA waktu itu. Walau jarak memisahkan kami tapi kami tetap berusaha untuk saling percaya dan tetap menjaga komunikasi walau hanya bisa bertatap muka satu kali dalam seminggu.
Aku disibukkan dengan beban pekerjaannku, dan Iyan juga disibukkan dengan aktivitas kuliahnya. Terkadang disaat kami bertemu empat mata, kami saling berbagi kisah cerita baik urusan pekerjaan maupun urusan kuliahnya. Tapi kebanyakan aku yang nggak nyambung kalau diajak bicara urusan kuliah, karena aku belum mengenal yang namanya dunia perkuliahan, sehingga tak jarang aku kelihatan tolol didepan Iyan khusus masalah kuliah, apalagi mengenai system penilaian dan studi pembelajarannya. Kadang aku juga merasa kalau Iyan suka “bete” atau sebel dengan sikapku yang seolah-olah nggak peduli dengan urusan kuliahnya. Terkadang Iyan juga yang ngerasa minder karena aku sudah bekerja sedangkan dia masih berstatus mahasiswa. Padahal jauh didalam hatiku kalau boleh memilih aku lebih berkeinginan kuliah dari pada bekerja, maksudnya sebagai penunjang demi masa depan, setelah itu barulah bekerja, tapi itu hanya angan.
Dalam menjalani usia hubungan kami yang semakin lama tersebut tak sedikit kesalahan-kesalahan fatal baik dari Iyan maupun aku sendiri. Tetapi untuk kesalahan yang datangnya dari aku tidak sampai ketahap ‘emergency’ karena semuanya ringan dan dengan mudah bisa teratasi, sebab kebanyakan semua masalah yang datangnya dari aku hanya salah paham dan difaktori kecemburuan semata. Itu wajar dalam sebuah hubungan harus ada asam garamnya. Nah….! Masalah yang datangnya dari Iyan hampir rata-rata semuanya tergolong berat dan selayaknya tidak ada kata maaf. Itu dia yang menjadi kesalahan terbesarku karena aku sangat mencintainya dengan mudah ‘maaf’ itu kuhadiahkan padanya.
Memasuki usia hubungan kami yang ke-6 tahun mulai terlihat kejanggalan yang membayangi hubungan aku dengan Iyan, aku mencium aroma yang tidak sedap dalam hubungan ini, aku merasa kalau Iyan sudah mulai bermain di belakangku. Ternyata benar dugaanku, Iyan menjalin hubungan dengan wanita lain tanpa sepengetahuanku dan itu sudah berlangsung lama, wanita itu bernama Lisa tak lain adalah adik tingkatnya yang juga kuliah di tempat dan jurusan yang sama dengan Iyan. Hancur hatiku saat mengetahui balasan semua cinta yang kuberikan pada Iyan. Ditambah lagi dengan urusan kantorku yang beribu masalah menumpuk didepan mata. Dunia seakan tak ada cahaya sedikitpun dihari itu, aku bingung harus berbuat apa? Aku tak tahu harus mengadu pada siapa? Kejujurannya semakin mengoyak hatiku, aku hanya bersyukur karena aku bisa menguasai diriku, aku berusaha sabar dan tawakal dihari itu. Aku juga tidak menyadari kalau ternyata aku punya kesabaran yang luar biasa hebatnya (jujur itu suatu kebanggaan tersendiri buatku) walau aku juga sempat emosi saat itu sehingga satu tamparan mendarat dipipi Iyan.
Aku tetap berusaha bijak dan kuhadapi kenyatataan itu, aku ingat kalau Iyan saat ini butuh konsentrasi dan ketenangan untuk menghadapi ujian skripsinya , mengingat wisudanya yang sudah di depan mata. Aku berusaha bersikap dewasa, setumpuk pikiran membebani kepalaku. Bagaimana hubunganku dengan keluarga Iyan yang sudah sangat erat terjalin? Begitu juga hubungan Iyan dengan keluargaku, apa yang harus aku jelaskan pada mereka semua.
Pohon beringin yang rindang, daun-daun kering kecoklatan berhamparan ditiap sudut,, bangku-bangku batu sebagai alas duduk yang sengaja dibuat menyerupai batang pohon yang telah ditebang berjumlah 4 buah, tersusun rapi mengelilingi meja yang terbuat dari semen berbentuk lingkaran, dengan atapnya berbentuk jamur yang juga terbuat dari semen, lapangan luas dengan rumput hijau yang tertata rapi membentang, kolam-kolam dengan penghuni bunga teratainya, indah memang suasana di Lokasi Permainan Golf itu, dan semua itu seolah-olah menjadi saksi pembicaraan aku dengan Iyan sore itu. Dengan penuh ketenangan dan kesabaran aku bertanya kepada Iyan. “Yan! kali ini aku tidak bisa lagi berdiam diri dan terus menerus mengalah, jadi bagaimana kelanjutan hubungan kita? Apa mau kamu sebenarnya Yan ? sudah cukup kesabaranku selama ini menerima perlakuanmu yang selalu aku maafkan”. Tanpa putusnya aku terus melontarkan semua kalimat itu pada Iyan, dan Iyan tetap bertahan dengan diamnya. Sambil terisak aku melanjutkan lagi kalimatku yang belum tuntas “Aku manusia biasa Yan ! Aku bukan malaikat! Tolongg…Yan aku mohon! kesabaranku ada batasnya. Aku tidak bisa jika harus menerima kehadiran orang lain dalam hubungan ini! Aku hanya bisa memberi satu pilihan, jika kau memang mencintai aku, akhiri hubunganmu dengan Lisa!”. Dengan suara agak terdengar sayup Iyan menjawab “aku mencintaimu, sungguh aku sangat mencintaimu! Tapi aku tidak bisa melepaskan dia karena aku juga mencintainya”. Bisa dibayangkan betapa sakitnya hatiku saat itu. Kemudian Iyan menyambung kembali kata-katanya yang terputus karena melihat air mataku yang tak terbendung “Jujur ini semua bukan keinginanku, tapi yang diatas yang telah mengaturnya. Aku tidak ingin kita berpisah, pegang tanganku erat-erat kita hadapi semua ini bersama-sama. Aku tidak tahu siapa yang menjadi jodohku”. Dengan ringan Iyan mengucapkan kata-kata itu dan meminta aku untuk tetap disampingnya sementara dia juga mencintai orang lain, apa yang ada dibenaknya hingga terpikir keinginan semacam itu? Menginginkan aku tetap ada disampingnya dan menjalani hubungan dengannya seperti biasa dalam arti Iyan mengharapkan aku bisa menerima kehadiran orang ketiga diantara hubungan kami dan mengharapkan aku tetap bersabar menerima perlakuannya yang tidak berprikemanusiaan itu! Mungkin aku adalah wanita terbodoh yang pernah terlahir kedunia ini jika aku menyetujui keinginanannya yang tidak bisa diterima oleh akal sehat. Dan yang paling aku tidak suka dari Iyan adalah kata-katanya yang seolah-olah menyalahkan Tuhan atas semua kesalahan yang datangnya dari dirinya sendiri. Hatiku menjerit… batinku merontah…. Sungguh aku benar-benar sudah tidak mampu lagi untuk mempertahankan hubungan ini! Aku yakin pasti semakin sakit jika dipertahankan. Sehingga dengan tegas aku memutuskan untuk mengalah dan merelakan hubungan mereka kian merekah, meski itu membuat aku seakan mati walau ragaku hidup. Aku tak peduli Iyan masih mencintaiku karena yang terlintas dipikiranku Iyan tak hanya mencintai aku, ada dua wanita dihatinya. Aku tidak rela jika cinta Iyan harus terbagi, kesimpulanku Iyan sudah mencintai Lisa dan aku sudah tidak berarti apa-apa lagi, aku berusaha untuk tidak mempercayai pernyataan cintanya itu yang masih ada untukku. Tangisku semakin menjadi-jadi, kepalaku seakan terbebani oleh tumpukan batu. Semua pekerjaanku berantakan, selera makan hilang, bahkan dengan diri sendiri aku tak peduli. Itulah aku yang hancur saat itu.
Beberapa waktu selang dari kejadian itu tibalah saatnya Iyan wisuda, tadinya aku tak sedikitpun mengingat wisuda itu karena aku sudah memutuskan untuk melupakan Iyan dari hidupku, tapi ternyata Tuhan berkeputusan lain, Ibunya dengan polosnya tanpa mengetahui masalah diantara kami menghubungi ponselku dan pada saat itu aku sedang berada dikantor mengingat masih jam kerja. Dan dengan sedikit memelas Ibunya mengajak aku menghadiri acara wisuda itu. Entah itu keputusan yang benar atau salah dalam hidupku, akhirnya kata “Ya” keluar dari mulutku. Tawaran Ibunya aku terima dan rasa senang terlihat dari suara Ibunya yang kudengar lewat ponselku. Dengan percaya diri aku meminta izin dengan atasan tempatku bekerja untuk tidak masuk kerja pada hari wisuda tersebut. Sungguh jawaban diluar dugaan, permohonan izinku ditolak dengan alasan kantor pada waktu itu sedang banyak kerjaan dan persoalan, tidak ada satupun karyawan yang boleh izin dengan alasan apapun. Akhirnya demi rasa perhatianku dan rasa inginku untuk menyaksikan hari bahagianya setelah 5 tahun aku menunggu datangnya hari itu, meski Iyan telah melukaiku tapi jauh dilubuk hatiku tertanam keinginan tuk melihat senyum bahagia diwajah Iyan mewarnai hari wisuda keberhasilannya, dan jujur itu juga karena masih ada cinta yang tertinggal dihatiku, sampai detik ini rasa itu pun sulit kulenyapkan. Dengan sedikit sifat keras kepalaku aku memberanikan diri untuk mengulangi permohonan izin tidak masuk kerja satu hari, mungkin kesal dengan sikapku maka atasanku akhirnya memberi pilihan, jika aku tetap tidak masuk kerja berarti itu sama saja aku mengundurkan diri dari kantor itu.
Keputusanku tetap menghadiri wisuda itu, dan itu sama artinya aku meninggalkan pekerjaanku. Kukorbankan pekerjaanku demi orang yang telah melukaiku. Gedung bertingkat dengan pekarangan yang luas dipenuhi tenda-tenda yang cantik bernuansa biru dengan ribuan kursi tersusun rapi, ratusan bahkan mungkin ribuan tamu sudah memadati lokasi itu. Hari wisuda itu tiba, tampak terlihat dibagian depan duduklah para wisudawan dan wisudawati mengenakan pakaian kebesarannya yang berwarna hitam. Apa yang kulihat dan kudapat? Pengorbananku berbuah luka, ada Lisa disisi Iyan. Jantungku berdetak kencang, nafasku seolah terhenti, tapi aku tetap tegar dan aku berusaha menyembunyikan air mataku didepan semua orang. Teganya Iyan melakukan itu “sudah jatuh tertimpa tangga” itulah pepatah yang pantas aku terima, sementara aku hancur dan pekerjaanku hilang.
Mulai detik itu aku harus bisa menjadi aku yang baru, dengan hidup baru, suasana baru, dan semangat baru. Yang ada dipikiranku yang terjadi adalah awal bagiku untuk bangkit dari luka dan kehancuran, Iyan sudah mati bagiku untuk selama-lamanya. Cinta kami kandas tepat saat hubungan kami berusia 6 tahun. Kehancuran malah membuat aku semangat untuk menjadi lebih baik, aku tidak mau larut dalam kesedihan. 2 tahun berlalu sekarang aku kuliah disebuah Universitas Swasta dikota tempat Iyan kuliah dulu, mewujudkan keinginanku yang belum kesampaian berbekal penghasilan kerjaku waktu itu. Kesibukan dan suasana baru membuat aku lebih mudah melupakan jenis mahluk seperti Iyan. Aku menjadi lebih kuat menghadapi kenyataan hidup dan aku tidak mau menjadi wanita lemah yang hanya bisa menangisi keadaan. Tapi disaat aku berhasil melenyapkan Iyan dari kahidupanku, sosoknya kembali muncul dan membayangiku. Iyan sudah berprofesi sebagai wartawan disalah satu surat kabar harian terkemuka dikotanya. Aku bingung apa sebenarnya yang ada diotak Iyan? Dimana nuraninya? Iyan datang dengan pernyataan cintanya padaku yang tidak bisa lenyap dari dalam hatinya, sementara hubungannya dengan Lisa masih terjalin. Mungkinkah ini jawaban dari semua perbuatan Iyan padaku ? bisa jadi ini semua adalah hukuman dari Yang Maha Kuasa atas sikap dan semua kesalahan yang Iyan lakukan, selamanya Iyan tidak bisa merasa tenang karena menderita dan tersiksa tidak bisa mencintai satu wanita. Itulah balasan bagi orang yang tamak akan cinta dan suka mempermainkan perasaan orang lain. Ketamakan dalam hidup akan menuai derita, tetapi ketabahan dan keikhlasan akan berbuah kebaikan. Tak ada yang dapat menentang takdir karena takdir sudah digariskan oleh yang diatas. Tuhan itu adil pada setiap umatnya. Aku iklhlas menerima semua ini, banyak hikmah yang dapat kupetik dari pelajaran ini, mungkin Iyan bukan laki-laki yang baik untuk menjadi imamku. Orang pintar mengatakan “setelah malam puas dengan gelap gulitanya, maka fajar pagi pun pasti datang dengan sinar cahayanya”.



◦◦◦ TAMAT ◦◦◦

Tidak ada komentar:

Posting Komentar