Kamis, 03 Juni 2010

Sebuah Perkenalan

Karya: Hennny Septirianti

Pintu gerbang yang berada di depan taman wisata punti kayu merupakan satu-satunya akses untuk masuk ke taman ini. Jalan kecil beraspal bak penunjuk jalan bagi siapa yang ingin menjelajahi dunia punti kayu. Didominasi pohon pinus yang mungkin tingginya hampir sepuluh meter ditambah daun-daun runcing hingga sinar sang surya harus mencari celah dari daun-daun itu untuk masuk ke sana. Daun-daunnya jatuh ke tanah menutupi akar-akar pohon. Di tambah sesekali bunyi burung yang terdengar seolah berlomba dengan suara jangkrik bagai membentuk nyanyian alam yang harmoni. Dengan udara yang sejuk menambah tenangnya suasana punti kayu yang asri dan indah ini. Jauh berbeda dengan mal-mal atau pun pasar yang penuh sesak.
Jam sudah menunjukkan jam 2 siang. Tetapi Fira masih duduk di depan pintu gerbang. Hari ini semua anak-anak yang mengikuti studi tour sepakat untuk pergi ke Taman Wisata Punti Kayu. Sepuluh menit menunggu akhirnya seluruh rombongan masuk ke taman. Saat masuk semua disuguhkan pemandangan yang hijau. Di sebelah kanan kiri jalan banyak pohon pinus. Seolah mengucapkan selamat datang kepada pengunjung. Dengan berjalan kaki Fira dan beberapa temannya memasuki taman. Terlihat ada beberapa pondok-pondok kecil dan pohon-pohon pinus, akasia, bambu, dan masih banyak lagi pohon yang entah Fira tidak tahu namanya.
Ditemani semilir angin yang berhembus tenang Fira duduk di atas akar pohon pinus dengan dedaunan kering kecoklatan. Ada juga monyet-monyet penghuni Punti Kayu yang ingin ikut berkumpul bersama mereka. Saat duduk itulah Fira melihat seseorang pria. Pria yang beberapa minggu ini Fira lihat tetapi tidak Ia kenal. Sebenarnya dia tidak terlalu tampan tapi manis. Rambutnya yang cepak dan gaya berpakaian yang rapi membuat Fira tertarik. Apalagi ditambah dengan keahliannya bernyanyi dan bermain gitar membuat Fira semakin suka kepadanya. Pria itu membuat Fira merasakan sesuatu. Seperti rasa yang menyetrum hatinya tiba-tiba tanpa tanpa diundang. Benar-benar membingungkan. Pernah kemarin Ia ingin berkenalan dengannya. Ya setidaknya Fira tahu siapa dia. Tetapi saat Fira berada di dekatnya mulutnya tak dapat berkata seolah terkunci tak ingin bicara.
Dia melewati jalan yang ada di samping Fira. Ada satu harapan agar dia tersenyum dan menyapa. Tapi jangankan untuk menyapa, senyum pun dia tidak berikan. Harapan yang sia-sia. Biarlah rasa ini Fira yang tahu.
“ Hei... Fir apa yang kamu lihat ?” kata Ayu yang dari tadi duduk di sampingnya. Dia heran apa yang dari tadi Fira lihat.
“ Ah tidak. Aku Cuma melihat-lihat pemandangan di sini. Sungguh indah sekali.“ semoga Ayu tidak tahu apa yang Fira pikirkan.
“ Kamu bohong. Aku tahu dari tadi kamu melihat cowok yang barusan lewat itu kan.” Muka Fira berubah menjadi merah bak kepiting rebus. Ternyata dia tahu.
“Sudahlah tidak usah dibahas. Tadikan kita disuruh membuat cerpen. Ayo mulai buat cerpen nanti waktunya habis.” Fira mencoba untuk mangalihkan perhatiannya. Jangan sampai dia mulai bertanya bisa-bisa Fira akan jadi bahan ledekannya.
“ Ayo... Tapi kamu jangan ribut. Aku mau konsentrasi menulis.” Lalu dia mulai menulis dan tidak menghiraukan Fira lagi. Sudah asyik dengan dunianya sendiri.
Syukurlah akhirnya nenek lampir itu tidak bertanya lagi. Fira tidak tahu apakah harus cerita dengan sahabatnya atau tidak. Biarlah rasa yang tidak Dia kenal ini sembunyi di dalam hatinya.
Dari kejauhan Fira melihat pria itu ternyata dia sedang berkumpul bersama rombongannya di pondok kecil dekat sungai. Tiba-tiba Fira ingin sekali duduk di dekatnya sambil mendengar dia bercerita.
Lalu Fira putuskan untuk mulai menulis cerpen. Sebenarnya Ia tidak tahu apa yang harus ia tulis. Di tempat yang begitu nyaman, indah, dan sejuk ini Ia merasa seperti sendirian. Ia bingung apa yang harus ditulis. Apakah akan menulis rasa yang ada di dalam hatinya. Agar orang-orang tahu kalau Ia menyimpan seonggok rasa yang asing baginya.
Sedikit dipaksakan Fira mulai menulis. Menulis apa yang Ia lihat dan pikirkan. Tanpa memberitahu apa yang Ia harapkan. Harapan semu yang bergelayutan di hati. Saat sedang menulis tiba-tiba ada suara yang tidak Ia kenal menyapanya. Lalu duduk di sampingnya. Fira terkejut. Ternyata dia adalah pria yang disukai fira.
“ Hai... boleh kan aku duduk di sini ? ” tanya pria itu.

“ Silahkan. Kan di sini siapapun bisa duduk. Tidak ada yang melarang. ” Jawab Fira gugup.
“ Kamu ikut genre cerpen ya ? ” tanyanya lagi.
“ Ia... kalau kamu sendiri ? ” Fira balik bertanya.
“Aku ikut musikalisasi puisi. Perkenalkan namaku Dani “ sambil mengulurkan tangannya.
“Fira. Tapi kenapa kamu ke sini ? bukannya anak musikalisasi berkumpul di pondok dekat sungai itu ? “ sungguh Fira sangat senang. Tidak disangka akhirnya Fira bisa kenalan dengan pria itu.
“ Tadi aku izin keluar sebentar. Kebetulan aku lihat kamu di sini. Jadi aku mampir sebentar. Yaa sekalian kenalan sama kamu. Fira ga’ terganggukan kan ? “ jawab Dani.
“ Oh... tidak. Aku lagi menulis cerpen. “ hati Fira semakin berbunga-bunga.
“ Sebenarnya dari minggu kemarin aku lihat kamu. Aku kira kamu orangnya sombong. Ternyata dugaanku salah. Selain cantik kamu juga ramah. Kamu mau kan temanan denganku. Yaa kalau kamu mau sih. “ sepertinya Dani juga tertarik dengan Fira.
“ Terima kasih atas pujiannya. Aku mau kok temenan sama kamu. ” jawab Fira singkat.
“ Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu ya. Kamu terus saja menulisnya. Kapan-kapan kita ngobrol lagi. “ kata Dani. Dia harus kembali ke pondok karena salah satu temannya memanggil dari dekat pondok.
“ Ya. Hati-hati monyetnya suka ngejar orang ganteng.” Kata Fira sambil tertawa.
Dani berdiri lalu tersenyum kepada Fira. Fira pun membalas senyumannya. Lalu Dia pergi meninggalkan Fira. Fira melanjutkan menulis cerpen yang sempat terhenti. Ia kembali bersemangat menulis. Tak terasa hari sudah sore. Jam tangannya sudah menunjukkan jam 4 sore. Waktunya mereka pulang. Semua sudah bersiap-siap untuk pulang. Begitu pula Fira dan Ayu sudah memasukkan buku dan pena ke dalam tas.
Hari ini Fira bahagia sekali. Akhirnya setelah lama menunggu Fira bisa berkenalan dengan Dani. Apalagi ternyata Dani diam-diam juga suka memperhatikan Fira. Perkenalan itu menjadi kenangan yang membekas di hati Fira. Walaupun cuma sebentar tetapi penantian Fira tidak sia-sia. Dan taman ini menjadi saksi bisu perkenalan mereka. Di tempat inilah sebuah rasa berkembang menjadi sesuatu yang indah.
Fira dan Ayu berdiri lalu berjalan ke luar taman. Begitu pula dengan rombongan yang lain.
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Palembang 25 April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar