Selasa, 22 Juni 2010

KAMAR 13

Aku seorang mahasiswi yang kos di suatu kota besar. Sangat mengherankan sekali, ternyata di kota yang sudah maju masih menyimpan orang-orang yang percaya tahayul. Kamar 13 di tempat kos kami tidak pernah dibuka, sekalipun oleh pemiliknya. Dan herannya, teman-teman kos juga jarang berlama-lama di depan kamar 13 itu. Berbeda dengan aku. Sudah menjadi sifatku, selalu ingin tahu karena aku penasaran sekali dengan sesuatu yang berbau gaib. Termasuk ingin tahu rahasia kamar 13. padahal itu sudah dilarang oleh pemiliknya kos.
Saat pulang kuliah melihat kamar 13 itu ingin membuatku ingin membukanya. Kulangkahkan kakiku menuju kamar itu yang berada di sudut belakang rumah. Kulihat kanan kiri, kuputar gagang pintu kamar. Dan ternyata kamarnya di kunci. Aku tetap ingin membuka kamar misterius itu. Dan keinginanku semakin menjadi-jadi.
Besoknya, setelah jalan-jalan dengan Cika teman kosku, sekitar pukul delapan malam, kuajak dia membuka kamar 13 yang selalu menarik perhatianku. Nggak usah deh kata Cika sambil ketakutan, lagian gak enak dengan ibu kos. Ahhh aku gak peduli, kupaksa terus Cika yang tidak mau ikut denganku. Akhirnya Cika mau juga. Iya iya aku mau dehh, ketika situasi agak aman, bersama Cika kucongkel kamar 13. Kebetulan situasinya sangat mendukung sangat sepi, hanya ada beberapa anak kos yang sedang melintasi kamar 13 tanpa peduli. Akhirnya berhasil pintunya terbuka, aku persilakan Cika untuk masuk duluan tapi Ia menolak. Payah kataku sambil menggelengkan kepala. Sesampainya kami di dalam, ruang tampak gelap sekali. Kuambil senter yang tersimpan dalam saku celanaku.
“Cari kontak lampunya!” seru Cika sambil meraba-raba. Dan akhirnya ketemu juga sesudah lama mencari kontak lampunya, lampu akhirnya menyala. Ruangan apaan ini??? Tanya Cika setelah melihat ruangan yang bersih dan rapi. Aku sudah bilang gak ada apa-apanya dikamar ini, tahayul aja yang kamu percaya, ucapku pada Cika. Kulihat sekeliling ruangan yang tampak bersih. Atapnya berwarna merah dan lantainya dari beludru merah mewah. Ada satu meja dan kursi. Lalu ada tempat tidur berwarna hijau lumut. Tampaknya agak aneh bagiku, karena ada lukisan seorang cewek dekat kontak lampu yang kupijit tadi.
Malam itu, tak kuduga ada sesuatu terjadi pada Cika. Sejak pulang dari kuliah ia masuk kamar dan sorenya sakit. Badannya panas dingin. Ke dokter aja kataku pada Cika yang bersembunyi di bawah selimut.
“Siapa yang mau bawa ? kamu ? Tanya Cika” berbalik. Seperti yang kekurangan darah. “Gara-gara kamu ngajakin masuk kamar 13” tuduh Cika kepadaku.
Kalau kamu sakit, aku mestinya juga sakit. Kita kan sama-sama masuk ke dalam sana, kataku pada Cika. Kuputuskan saja membawa Cika ke dokter. Baru saja aku keluar dari kamar Cika, kulihat sekilas badan belakang seorang cewek berambut agak kebarat-baratan memasuki kamar 13. Heran, bukannya kamar itu tidak ada orang yang menghuni ? tapi, kenapa tiba-tiba tuh cewek masuk ke kamar 13 ?
Kuputar gagang pintu kamar itu. terbuka dan segera kunyalakan kontak lampu. Lampunya tak mau hidup. Padahal kemarin bisa hidup. Kunyalakan senter kecilku. Satu .Tak mungkin kan gambar itu meloncat dan berubah menjadi seorang manusia? Tiba-tiba lampu hidup. Sehingga dapat kuteliti lagi dengan seksama. Baru saja aku melangkah beberapa kali, lampunya mati sendiri. Ini lampu pasti rusak. Brengsek! Dasar karatan! Baru saja kumaki begitu, lampunya hidup kembali. Aku pun mulai didera rasa takut, kemudian aku keluar kamar 13 itu. Dari kejadian itu aku mulai berpikir untuk pindah ke kosan yang lain, karena aku takut sekali. Sebelumnya aku mencari rumah baru, kutemui Ibu kos dan menceritakan kejahilanku. “sebelumnya, kamu sudah diperingatkan,” jawabnya agak marah.
Aku menunduk malu dan merasa bersalah. Aku segera minta maaf. “Kamu tahu, gadis dalam lukisan itu anakku. Suamiku seorang campuran antara Jerman dan Cina. Ia mati dibunuh oleh orang yang menculik anakku,” cerita Ibu kos sambil memandang ke luar rumah.
“Ia melindungi dari tembakan para penculik. Lalu anakku sendiri, ia mati tertembak oleh pacarnya yanh ingin menolongnya. Tak sengaja dan kini masuk penjara. Lalu aku sendiri, menyewakan rumahku yang besar ini untuk kos.” Ibu kos menangis tersedu-sedu, Ahh, tragis sekali! Bagaimana aku harus minta maaf padanya?
Besoknya kubawakan bunga dan meninggalkannya di depan pintu kamar 13 itu, sebelum aku pergi, kuletakkan beberapa bunga mawar merah. Semoga kau selalu bahagia bersama ayahmu yang terkasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar