Jumat, 25 Juni 2010

“Pilihan Hidup”

Cerpen

(karya : Erna Yuliana )

Semerbak wangi bunga kamboja, semilir angin dengan perpaduan sinar matahari yang agak redup, serta beberapa lembar daun-daun kering menemani sosok laki-laki separuh baya dengan perawakan yang tegap dan nampak masih sangat terlihat gagah, berumur sekitar 50 tahunan. Ia tak lain adalah bang Mail ayah dari seorang gadis kecil bernama Restu. Sambil meneteskan air mata tak lepas tangan bang Mail mendekap batu nisan putih dengan bertuliskan 5 huruf yang tak lain adalah nama mendiang istrinya yaitu Anisa, yang biasa disapa sehari-harinya dengan panggilan mbak Ani. Saat ini Bang Mail sedang berada dilokasi tanah pemakaman rakyat “Kandang Kawat” yang berada disekitar daerah 3 ilir kota Palembang. Sepertinya bang Mail belum bisa melepas kepergian istri tercintanya yang beberapabulan yang lalu meninggal dunia karena mengalami pendarahan saat melahirkan anak pertamanya itu. Ia begitu terpukul dengan kepergian sang istri yang tak disangka-sangka begitu cepat meninggalkannya.
Awal kisah bang Mail dan mbak Ani adalah keluarga yang harmonis dan bahagia, meskipun diusia perkawinan mereka yang sudah cukup lama mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Sedangkan bang Mail adalah seorang kepala keluarga yang sangat bertanggung jawab menafkahi istri dan keluarganya. Ia bekerja sebagai salah satu karyawan di perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan PLTU (Pusat Listrik Tenaga Uap terkemuka yang berlokasi di daerah Indramayu Jawa Barat sebagai salah satu tenaga atau staf lapangan. Sedangkan istrinya berdomisili di kota Palembang. Sebenarnya sungguh pilihan yang berat bagi bang Mail untuk meninggalkan istrinnya dan berpisah jarak yang jauh dengan orang yang sangat ia kasihi. Namun apalah daya demi menunaikan tanggung jawabnya menafkahi keluarganya ia tetap harus berpisah dengan istrinya dan menjalani pekerjaannya mesti hanya bisa pulang satu kali dalam satu tahun. Patut diacungkan jempol memang bagi pasangan ini karena meski jarang bertemu namun mereka tetap bisa menjaga kesetiaan dan kepercayaan satu sama lain sehingga itulah yang membuat mereka harmonis, meskipun itu sangat sulit dan dibutuhkan kesabaran yang luar biasa menjalaninya.
Merskipun pasangan tersebut belum juga dikarunia-i anak namun mereka tak henti berdo’a dan berusaha tetap tawakal pasrah pada sang pencipta yang menguasai segala-galanya. Sedikit konflik dan selisih paham itu wajar mewarnai dalam kehidupan rumah tangga, kata orang sebagai asam-garamnya. Namun akhirnya Allah mengabulkan do’a dari kedua pasangan tersebut. Disaat bang Mail sedang semangatnya bekerja dilokasi, ditengah terik matahari, dikelilingi lautan yang membentang luas, serta alat-alat berat yang tak lepas dari sentuhan tangannya, sangat jelas keringat jagung membasahi dahi dan sekitar leher bang Mail. Ia dikagetkan dengan teriakan salah satu teman kerjanya yang mengatakan ada telepon yang datangnya dari istrinya yang ada di Palembang. Wajah cemas tak karuan spontan terlilhat dari raut muka bang Mail, berjuta tanda tanya menggenangi otaknya. Ada apakah gerangan yang terjadi pada istri tercintanya? Bergegas bang Mail berlari menuju ruangan kantor tempat telepon diletakkan. Tanpa sadar ia pun lupa melepaskan berbagai safety atau alat-alat pengaman keselamatan kerjanya pada saat dilokasi seperti masker, helm, serta kacamata pelindung. Semua itu masih merekat di tubuh bang Mail.
Dengan berusaha tenang bang Mail segera menyambut gagang telepon itu. Senyum mengembang lanngsung menghiasi wajah bang Mail , ternyata apa yang dicemaskan bang Mail beerbuah kebalikannya, kabar kehamilan mbak Ani akhirnya sampai juga ditelinganya. Sambil berteriak-teriak kegirangan bang Mail kembali lagi kelokasi kerjanya dan mengatakan kepada semua rekannya “istriku hamil…..istriku hamil….” Yang lain pun hanya tersenyun-senyun saja melihat spontanitas bang Mail lalu mereka juga memberikan ucapan selamat. Dengan datangnya kabar kehamilan itu bang Mail semakin semangat bekerja tanpa kenal lelah bahkan ia tak peduli dengan nyawanya yang menjadi taruhan dalam bekerja. Tapi disisi lain bang Mail sangat merindukan sosok istrinya yang ia bayangkan sedang mengandung buah hatinya. Ia rindu hangatnya kelluarga, tapi ia tak berdaya. Semua itu demi istri dan anaknya kelak yang telah lama ia nanti-nantikan.
Tujuh bulan telah berlalu, kandungan istri bang Mail pun semakin tua. Tiba-tiba bang Mail mendapat telpon lagi dari pihak keluarganya kalau istrinya dalam keadaan gawat karena kandungannya bermasalah, bang Mail sangat diharapkan untuk segera ppulang karena istrinya harus dioprasi. Sungguh pilihan yang sangat membingungkan bagi bang Mail. Disisi lain ia belum bisa mendapat izin cuti dari perusahaan ia bekerja, tapi disisi lain ia harus menemani istri tercintanya yang sedang sekarat. Istri bang Mail mengalami pendarahan hingga bayinya harus segera dikeluarkan meski usia kandungannya belum mencapai usia 9 bulan.
Bang Mail segera mengambil keputusan meninggalkan pekerjaannya demi istrinya dan calon bayinya yang sangat ia cintai. Ia berfikir pekerjaan dapat ia cari kelak kemudian, tapi keluarga satu-satunya harta yang tak ternilai dan tak dapat diukur dengan apapun. Ia segera meluncur dari Indramayu menuju kota Palembang dengan jadwal penerbangan pertama dihari itu dan langsung menuju ke salah satu Rumah Sakit ternama dikota itu. Bang Mail segera mendampingi istrinya memasuki ruang oprasi. Dengan penuh perhatian dan kasih sayang ia berusaha menenangkan istrinya yang kelihatan pucat dan tegang ketakutan. Lampu merah segera menyala pertanda oprasi sedang berlangsung. Bang Mail dan segenap keluarga lain tak diperkenankan masuk, hanya boleh menunggu diluar ruangan. Tak terhitung lagi berapa hitungan langkah kaki bang Mail mengitari ruangan itu. Lampu pun berubah hijau dan bang Mail mulai gelisah menanti sang dokter keluar ruangan. Suasana tegang…sepi…tak ada suara satupun manusia, maupun benda. Seorang suster memanggil bang Mail untuk mesuk kedalam ruangan. Suasana yang sepi spontan menjadi buyar mendengar teriakan histeris bang Mail. Selimut putih menutup rapat mbak Ani dari ujung kepala hingga keujung kaki. Ditengan suasana duka itu tgerdengar tangis bayi yang tak lain adalah suara Restu putri bang Mail dan Mbak Ani yang berhasil diselamatkan. Hanya Restu lah satu-satunya bukti nyata kasih sayang bang Mail dan mbak Ani. Mbak Ani tidak berhasil diselamatkan karena banyak kehilangan darah.
Sulit dibayangkan betapa terpukulnya bang Mail dengan kepergian istrinya yang dalam waktu lama baru ia jumpai dan baru saja memberikan hidup baru baginya dengan hadirnya Restu. Tapi ia tetap berusaha tegar dan tawakal menerima apa yang sudah digariskan dari Yang Maha Kuasa. Restu adalah segala-galanya bagi bang Mail saat ini. Ia harus bisa membesarkan dan membahagiakan Restu meski tanpa istri tercintanya. Ia jjuga harus bisa menjadi ibu bagi Rrestu. Bang Mail tak pernah putus asa apalagi menyesali semua yang ditakdirkan untuknya. Karena semua itu adalah pilihan hidupnya yang sudah digariskan.


ooo TAMAT ooo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar