Jumat, 25 Juni 2010

GIGIN

Cerpen ke-5
GIGIN
(Henny Septirianti)

Namanya Gina. “Tapi kamu panggil aku gigin saja” pintanya. Aku tersenyum melihat dia. Gigin adalah wanita yang baru kenal. Gigin suka sekali berbicara dan ngemil. Dia suka tertawa dan membuat orang tertawa. Dia perempuan ramah. Dan itu menjadi daya tarik dari dalam dirinya.
Aku berkenalan saat sedang duduk duduk di pelataran BKB di pinggiran sungai musi. Sebenarnya aku ke Palembang karena ingin berlibur. Sudah 10 tahun aku tidak pulang ke Palembang. Selama ini aku kerja di luar kota. Mendapat cuti panjang kuputuskan untuk pulang ke kota kelahiranku.
Dan malam ini aku pergi ke BKB karena ingin menikmati pemandangan di sekitar sungai musi. Yah sambil mengenang masa lalu. Dulu aku dan teman-teman suka bermain di sini. Aku pergi sendiri. Sambil menikmati udara segar di sini dan melihat perahu serta kapal yang melewati sungai musi. Sungguh berbeda sekali suasananya saat terakhir kali aku pergi ke sini.
Saat sedang menikmati indahnya malam itu lah tiba-tiba ada perempuan muda duduk di sebelahku. Dia menoleh dan tersenyum. Dia lah Gigin.
“Memang indah yah di sini. Bisa membuat pikiran tenang” kata Gigin
“Ya” jawaku singkat.
Itulah kalimat pertama yang diucapkannya. Setelah itu kami mulai berkenalan dan saling bercerita tentang kehidupan kami. Sebenarya dia lebih mendominasi percakapan kami. Dia bercerita kalau dia baru saja lulus sma tetapi belum berniat untuk kuliah. Karena ia ingin bekerja dulu. Tetapi orang tuanya tidak menyetujuinya. Ia dipaksa untuk kuliah. Karena tidak ingin membuat orang tuanya bersedih, ia akhirnya ikut keinginan orang tuanya.
Sambil makan pempek. Dia juga melanjutkan ceritanya. Sebenarnya dia punya seorang adik yang sangat dimanja oeh orang tuanya. Apapun keinginan adiknya, selalu dipenuhi kedua orang tuanya. Berbeda dengan Gigin yang selalu dibeda-bedakan. Dan itu membuat dia kesal. Jadi karena ingin meminta perhatian lebih dari orang tuanya, dia selalu pulang malam karena tidak betah di rumah. Padahal dia seorang wanita. Karena tingkah lakunya itu, Gigin selalu dimarah.
Ternyata dibalik sikap cerianya, Gigin menyimpan masalah yang pelik. Sebagai seorang teman akupun menasihatinya. Kalau orang tua pasti sayang kepada anknya dan tidak pernah membedakan anak-anak mereka. Mungkin Gigin saja yang suka cemburu dengan adiknya. Dia hanya tersenyum mendengar kata-kataku.
“Aku kan sudah cerita tentang diriku, nah sekarang kakak cerita dong. Biar adil.” Pintanya kepadaku.
Aku tersenyum. Memang lucu kalau melaihat dia cemberut. Lalu aku pun bercerita tentang diriku. Aku sudah lama meninggalkan kota Palembang. Itu karena aku bekerja di luar kota. Aku anak sulung dan menjadi tulang punggung keluarga. Ayahku sudah meninggal. Karena itu aku harus menggantikan posisi ayah. Sebenarnya berat harus berpish dengan keluarga, tapi itu lah resikoku.
Kami merasa sudah sangat dekat. Padahal kami baru berkenalan. Karena hari sudah sore dan Gigin pun ingin pulang. Dan Gigin menyuruh aku untuk berkunjung ke rmahnya sebelum aku ke luar kota. Dia memaksa aku, karena ingin mengenalkan orang tuanya. Merasa tidak enak ku iyakan saja permintaannya. Sebelum pulang Ia memberikan alamat rumahnya. Kamipun berpisah. Dan setelah itu aku tidak pernah bertemu dengannya. Tetapi aku selalu ingat dia.
Setelah dua minggu berlibur, besok sore aku akan ke luar kota, karena cutiku sudah habis. Karena ingat dengan Gigin, kuputuskan pagi ini untuk berkunjung kerumahnya.
Tidak susah mencari rumahnya. Dia mengatakan kalau rumahnya berwarna biru. Setelah setengah jam keliling kompleks, akhirnya aku menemukan rumahnya. Langsung saja kuketuk pintu rumahnya. Keluarlah seorang ibu setengah baya yang ternyata ibu Gigin. Aku mengenalkan diri dan kalau ke sini ingin bertemu dengan Gigin. Karena dua minggu yang lalu aku berkenalan dengan Gigin dan dia pun menyuruhku berkunjung ke rumah.
Mendengar ceritaku ibu Gigin terkejut. Ia langsung menangis. Ibunya bercerita kalau Gigin sudah meninggal satu bulan yang lalu. Ia bunuh diri terjun dari jembatan ampera. Ia marah dengan selalu betengkar dengan orang tuanya, karena tidak tahan akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri.
Aku terkejut. Kakiku lemas. Tidak menyangka ternyata Gigin wanita yang ceria itu sudah meninggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar